APBN DAN APBD | ekonomiakuntansiid
Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (apbn), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah(APBD).
Besaran pendapatan negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
Besaran belanja negara dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
Rincian anggaran transfer ke daerah adalah :
Untuk pertanggungjawaban pengelolaan dan pelaksanaan APBN secara keseluruhan selama satu tahun anggaran, Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa BPK, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam suatu tahun anggaran harus dimasukkan dalam APBN. Surplus penerimaan negara dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara tahun anggaran berikutnya.
Keterangan : Defisit
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah(APBD).
Pengertian Anggaran Pendapatan, dan Belanja Daerah (APBD), adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah(APBD) terdiri atas:
Anggaran pendapatan, terdiri atas
Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain
Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus
Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat.
Anggaran belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah.
Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
Fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD):
Fungsi otorisasi bermakna bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk merealisasi pendapatan, dan belanja pada tahun bersangkutan. Tanpa dianggarkan dalam APBD sebuah kegiatan tidak memiliki kekuatan untuk dilaksanakan.
Fungsi perencanaan bermakna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
Fungsi pengawasan mengandung makna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai keberhasilan atau kegagalan penyelenggaraan pemerintah daerah.
Fungsi alokasi mengandung makna bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan pemborosan sumberdaya, serta meningkatkan efisiensi, dan efektifitas perekonomian daerah.
Fungsi distribusi memiliki makna bahwa kebijakan-kebijakan dalam penganggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan, dan kepatutan.
Fungsi stabilitasi memliki makna bahwa anggaran daerah menjadi alat untuk memelihara, dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.
Sumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Berikut ini adalah sumber-sumber penerimaan pemerintah daerah (subnasional):
User Charges (Retribusi)
Dianggap sebagai sumber penerimaan tambahan, tujuan utamanya adalahuntuk meningkatkan efisiensi dengan menyediakan informasi atas permintaan bagi penyedia layanan publik, dan memastikan apa yang disediakan oleh penyedialayanan publik minimal sebesar tambahan biaya (Marginal Cost) bagi masyarakat.Ada tiga jenis retribusi, antara lain:
Retribusi perizinan tertentu (service fees)
seperti penerbitan surat izin(pernikahan, bisnis, kendaraan bermotor) dan berbagai macam biaya yangditerapkan oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanan.Pemberlakuan biaya/tarif kepada masyarakat atas sesuatu yang diperlukanoleh hukum tidak selalu rasional.
Retribusi jasa umum (Public Prices)
adalah penerimaan pemerintahdaerah atas hasil penjualan barang-barang privat, dan jasa. Semua penjualan jasa yang disediakan di daerah untuk dapat diidentifikasi secara pribadi dari biaya manfaat publik untuk memberikan tarif atas fasilitashiburan/rekreasi. Biaya tersebut seharusnya diatur pada tingkat kompetisiswasta, tanpa pajak, dan subsidi, di mana itu merupakan cara yang palingefisien dari pencapaian tujuan kebijakan publik, dan akan lebih baik lagi jika pajak subsidi dihitung secara terpisah.
Retribusi jasa usaha (specific benefit charges) secara teori, merupakan cara untuk memperoleh keuntungan dari pembayar pajak yang kontras seperti pajak bahan bakar minyak atau pajak Bumi, dan Bangunan.
Property Taxes (pajak Bumi, dan Bangunan)
Pajak Property (PBB) memiliki peranan yang penting dalam hal keuangan pemerintah daerah, pemerintah daerah di kebanyakan negara berkembang akanmampu mengelola keuangannya tapi hak milik berhubungan dengan pajak property. Jika pemerintah daerah diharapkan untuk memerankan bagian penting dalam keuangan sektor jasa (contoh: pendidikan, kesehatan), sebagaimana seharusnya mereka akan membutuhkan akses untuk sumber penerimaan yanglebih elastis.
Excise Taxes (pajak cukai)
Pajak cukai berpotensi signifikan terhadap sumber penerimaan daerah,terutama pada alasan administrasi, dan efisiensi. Terutama cukai terhadap pajak kendaraan. Pajak tersebut jelas dapat dieksploitasi lebih lengkap daripada yang biasanya terjadi di sebagian besar negara yaitu dari perspektif administrative berupa pajak bahan bakar, dan pajak otomotif.Pajak bahan bakar juga terkait penggunaan jalan, dan efek eksternal sepertikecelakaan kendaraan, polusi, dan kemacetan. Swastanisasi jalan tol pada prinsipnya dapat melayani fungsi pajak manfaat, didasarkan pada fitur umur danukuran mesin kendaraan (mobil lebih tua, dan lebih besar biasanya memberikankontribusi lebih kepada polusi), lokasi kendaraan (mobil di kota-kota menambah polusi, dan kemacetan), sopir catatan (20 persen dari driver bertanggung jawabatas 80 persen kecelakaan), dan terutama bobot roda kendaraan (berat kendaraanyang pesat lebih banyak kerusakan jalan, dan memerlukan jalan yang lebih mahaluntuk membangun).
Personal income Taxes (Pajak Penghasilan)
Di antara beberapa negara di mana pemerintah subnasional memiliki peran pengeluaran besar, dan sebagian besar otonom fiskal adalah negara-negara Nordik.Pajak pendapatan daerah ini pada dasarnya dikenakan pada sebuah flat, tingkatdaerah didirikan pada basis pajak yang sama sebagai pajak pendapatan nasionaldan dikumpulkan oleh pemerintah pusat.
Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember).
Fungsi Dan Tujuan APBN
APBN merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabilitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum.
Penyusunan APBN memiliki tujuan sebagai pedoman pengeluaran dan penerimaan negara agar terjadi keseimbangan yang dinamis dalam melaksanakan kegiatan kenegaraan untuk meningkatkan produksi dan kesempatan kerja dalan rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, anggaran pendapatan dan belanja negara harus dirumuskan sedemikian rupa yang mencakup perkiraan periodik dari semua pengeluaran dan sumber penerimaan.
A. Fungsi APBN
Di dalam Undang - Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 3 dikemukakan tentang fungsi APBN, sebagai berikut.
1) Fungsi Otorisasi
Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
2) Fungsi Perencanaan
Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
3) Fungsi Pengawasan
Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
4) Fungsi Alokasi
Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
5) Fungsi distribusi
Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran negara harus memerhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
6) Fungsi Stabilisasi
Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
B. Tujuan APBN
Setiap tahun pemerintah menyusun APBN untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Tujuan penyusunan APBN pada akhirnya adalah untuk mencapai masyarakat adil dan makmur, baik material maupun spiritual berdasarkan pancasila dan Undang - Undang Dasar 1945.
Secara umum tujuan penyusunan APBN adalah sebagai berikut.
1) Memelihara stabilitas ekonomi dan mencegah terjadinya anggaran defisit.
2) Sebagai pedoman penerimaan dan pengeluaran negara dalam rangka pelaksanaan kegiatan kenegaraan dan peningkatan kesempatan kerja yang diarahkan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran masyarakat.
APBN merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabilitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum.
Penyusunan APBN memiliki tujuan sebagai pedoman pengeluaran dan penerimaan negara agar terjadi keseimbangan yang dinamis dalam melaksanakan kegiatan kenegaraan untuk meningkatkan produksi dan kesempatan kerja dalan rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, anggaran pendapatan dan belanja negara harus dirumuskan sedemikian rupa yang mencakup perkiraan periodik dari semua pengeluaran dan sumber penerimaan.
A. Fungsi APBN
Di dalam Undang - Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 3 dikemukakan tentang fungsi APBN, sebagai berikut.
1) Fungsi Otorisasi
Fungsi otorisasi mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
2) Fungsi Perencanaan
Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
3) Fungsi Pengawasan
Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
4) Fungsi Alokasi
Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
5) Fungsi distribusi
Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran negara harus memerhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
6) Fungsi Stabilisasi
Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
B. Tujuan APBN
Setiap tahun pemerintah menyusun APBN untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Tujuan penyusunan APBN pada akhirnya adalah untuk mencapai masyarakat adil dan makmur, baik material maupun spiritual berdasarkan pancasila dan Undang - Undang Dasar 1945.
Secara umum tujuan penyusunan APBN adalah sebagai berikut.
1) Memelihara stabilitas ekonomi dan mencegah terjadinya anggaran defisit.
2) Sebagai pedoman penerimaan dan pengeluaran negara dalam rangka pelaksanaan kegiatan kenegaraan dan peningkatan kesempatan kerja yang diarahkan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran masyarakat.
Dasar Hukum APBN
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan dasar hukum yang paling tinggi dalam struktur perundang-undangan di Indonesia. Oleh karena itu pengaturan mengenai keuangan negara selalu didasarkan pada undang-undang ini, khususnya dalam bab VIII Undang-Undang Dasar 1945 Amendemen IV pasal 23 mengatur tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).“ | Bunyi pasal 23:
ayat (1): Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari
pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang
dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. ayat (2): Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah. ayat (3): “Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diusulkan oleh Presiden, Pemerintah menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu”. |
” |
Struktur APBN
Secara garis besar struktur APBN adalah :- Pendapatan Negara dan Hibah,
- Belanja Negara,
- Keseimbangan Primer,
- Surplus/Defisit Anggaran,
- Pembiayaan.
Pendapatan Negara
Pendapatan negara 2004 s.d 2015
- indikator ekonomi makro yang tercermin pada asumsi dasar makro ekonomi;
- kebijakan pendapatan negara;
- kebijakan pembangunan ekonomi;
- perkembangan pemungutan pendapatan negara secara umum;
- kondisi dan kebijakan lainnya.
Penerimaan Perpajakan
- Pendapatan Pajak Dalam Negeri
- pendapatan pajak penghasilan (PPh)
- pendapatan pajak pertambahan nilai dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah
- pendapatan pajak bumi dan bangunan
- pendapatan cukai
- pendapatan pajak lainnya
- Pendapatan Pajak Internasional
- pendapatan bea masuk
- pendapatan bea keluar
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP
- Penerimaan sumber daya alam
- penerimaan sumber daya alam minyak bumi dan gas bumi (SDA migas)
- penerimaan sumber daya alam non-minyak bumi dan gas bumi (SDA nonmigas)
- Pendapatan bagian laba BUMN
- pendapatan laba BUMN perbankan
- pendapatan laba BUMN non perbankan
- PNBP lainnya
- pendapatan dari pengelolaan BMN
- pendapatan jasa
- pendapatan bunga
- pendapatan kejaksaan dan peradilan dan hasil tindak pidana korupsi
- pendapatan pendidikan
- pendapatan gratifikasi dan uang sitaan hasil korupsi
- pendapatan iuran dan denda
- pendapatan BLU
- pendapatan jasa layanan umum
- pendapatan hibah badan layanan umum
- pendapatan hasil kerja sama BLU
- pendapatan BLU lainnya
Belanja Negara
Subsidi 2004 s.d 2015
- asumsi dasar makro ekonomi;
- kebutuhan penyelenggaraan negara;
- kebijakan pembangunan;
- resiko (bencana alam, dampak kirisi global)
- kondisi dan kebijakan lainnya.
Belanja Pemerintah Pusat
Belanja pemerintah pusat menurut fungsi adalah :- fungsi pelayanan umum
- fungsi pertahanan
- fungsi ketertiban dan keamanan
- fungsi ekonomi
- fungsi lingkungan hidup
- fungsi perumahan dan fasilitas umum
- fungsi kesehatan
- fungsi pariwisata
- fungsi agama
- fungsi pendidikan
- fungsi perlindungan sosial
- belanja pegawai
- belanja barang
- belanja modal
- pembayaran bunga utang
- subsidi
- belanja hibah
- bantuan sosial
- belanja lain-lain
Transfer ke Daerah
Transfer ke daerah dan dana desa 2004 s.d 2015
- Dana Perimbangan
- Dana Bagi Hasil
- Dana Alokasi Umum
- Dana Alokasi Khusus
- Dana Otonomi Khusus
- Dana Otonomi Khusus
- Dana Penyesuaian
Pembiayaan
Besaran pembiayaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:- asumsi dasar makro ekonomi;
- kebijakan pembiayaan;
- kondisi dan kebijakan lainnya.
Pembiayaan Dalam Negeri
Pembiayaan Dalam Negeri meliputi :- Pembiayaan perbankan dalam negeri
- Pembiayaan nonperbankan dalam negeri
- Hasil pengelolaan aset
- Surat berharga negara neto
- Pinjaman dalam negeri neto
- Dana investasi pemerintah
- Kewajiban penjaminan
Pembiayaan Luar Negeri
Pembiayaan Luar Negeri meliputi :- Penarikan Pinjaman Luar Negeri, terdiri atas Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek
- Penerusan pinjaman
- Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, terdiri atas Jatuh Tempo dan Moratorium.
Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBN
Asumsi dasar ekonomi makro sangat berpengaruh pada besaran komponen dalam struktur APBN. Asumsi dasar tersebut adalah :- pertumbuhan ekonomi,
- nominal produk domestik bruto,
- inflasi y-o-y,
- rata-rata tingkat bunga SPN 3 bulan,
- nilai tukar rupiah terhadap dollar AS,
- harga minyak (USD/barel),
- produksi/lifting minyak (MBPD),
- lifting gas (MBOEPD),
- jumlah penduduk
- pendapatan perkapita
- tingkat kemiskinan
- tingkat pengangguran
Siklus APBN
Siklus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rangkaian kegiatan dalam proses penganggaran yang dimulai pada saat anggaran negara mulai disusun sampai dengan perhitungan anggaran disahkan dengan undang-undang[1]. Ada 5 tahapan pokok dalam satu siklus APBN di Indonesia. Dari kelima tahapan itu, tahapan ke-2 (kedua) dan ke-5 (kelima) dilaksanakan bukan oleh pemerintah, yaitu masing-masing tahap kedua penetapan/persetujuan APBN dilaksanakan oleh DPR (lembaga legislatif), dan tahap kelima pemeriksaan dan pertanggungjawaban dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sedangkan tahapan lainnya dilaksanakan oleh pemerintah. Tahapan kegiatan dalam siklus APBN adalah sebagai berikut:Perencanaan dan penganggaran APBN
Tahapan ini dilakukan pada tahun sebelum anggaran tersebut dilaksanakan (APBN t-1) misal untuk APBN 2014 dilakukan pada tahun 2013 yang meliputi dua kegiatan yaitu, perencanaan dan penganggaran. Tahap perencanaan dimulai dari:- penyusunan arah kebijakan dan prioritas pembangunan nasional
- Kementerian Negara/Lembaga (K/L) melakukan evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan pada tahun berjalan, menyusun rencana inisiatif baru dan indikasi kebutuhan anggaran
- Kementerian Perencanaan dan Kementerian Keuangan mengevaluasi pelaksanaan program dan kegiatan yang sedang berjalan dan mengkaji usulan inisiatif baru berdasarkan prioritas pembangunan serta analisa pemenuhan kelayakan dan efisiensi indikasi
- Pagu indikatif dan rancangan awal Rencana Kerja Pemerintah ditetapkan;
- K/L menyusun rencana kerja (Renja);
- Pertemuan tiga pihak (trilateral meeting) dilaksanakan antara K/L, Kementerian Perencanaan, dan Kementerian Keuangan;
- Rancangan awal RKP disempurnakan;
- RKP dibahas dalam pembicaraan pendahuluan antara Pemerintah dengan DPR; (9) RKP ditetapkan.
- penyusunan kapasitas fiskal yang menjadi bahan penetapan pagu indikatif;
- penetapan pagu indikatif (3) penetapan pagu anggaran K/L;
- penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran K/L (RKA-K/L);
- penelaahan RKA-K/L sebagai bahan penyusunan nota keuangan dan rancangan undang-undang tentang APBN;
- penyampaian Nota Keuangan, Rancangan APBN, dan Rancangan UU tentang APBN kepada DPR.
Penetapan/Persetujuan APBN
Kegiatan penetapan/persetujuan ini dilakukan pada APBN t-1, sekitar bulan Oktober-Desember. Kegiatan dalam tahap ini berupa pembahasan Rancangan APBN dan Rancangan Undang-undang APBN serta penetapannya oleh DPR. Selanjutnya berdasarkan persetujuan DPR, Rancangan UU APBN ditetapkan menjadi UU APBN. Penetapan UU APBN ini diikuti dengan penetapan Keppres mengenai rincian APBN sebagai lampiran UU APBN dimaksud.Pelaksanaan APBN
Jika tahapan kegiatan ke-1 dan ke-2 dilaksanakan pada APBN t-1, kegiatan pelaksanaan APBN dilaksanakan mulai 1 Januari - 31 Desember pada tahun berjalan (APBN t). Dengan kata lain, pelaksanaan tahun anggaran 2014 akan dilaksanakan mulai 1 Januari 2014 - 31 Desember 2014.Kegiatan pelaksanaan APBN dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini kementerian/lembaga (K/L). K/L mengusulkan konsep Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) berdasarkan Keppres mengenai rincian APBN dan menyampaikannya ke Kementerian Keuangan untuk disahkan. DIPA adalah alat untuk melaksanakan APBN. Berdasarkan DIPA inilah para pengelola anggaran K/L (Pengguna Anggaran, Kuasa Pengguna Anggaran, dan Pembantu Pengguna Anggaran) melaksanakan berbagai macam kegiatan sesuai tugas dan fungsi instansinya.Pelaporan dan Pencatatan APBN
Tahap pelaporan dan pencatatan APBN dilaksanakan bersamaan dengan tahap pelaksanaan APBN, 1 Januari-31 Desember. Laporan keuangan pemerintah dihasilkan melalui proses akuntansi, dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi keuangan pemerintah yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, dan Laporan Arus Kas, serta catatan atas laporan keuangan.Pemeriksaan dan Pertanggungjawaban APBN
Tahap terakhir siklus APBN adalah tahap pemeriksanaan dan pertanggungjawaban yang dilaksanakan setelah tahap pelaksanaan berakhir (APBN t+1), sekitar bulan Januari - Juli. Contoh, jika APBN dilaksanakan tahun 2013, tahap pemeriksaan dan pertanggungjawabannya dilakukan pada tahun 2014. Pemeriksaan ini dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).Untuk pertanggungjawaban pengelolaan dan pelaksanaan APBN secara keseluruhan selama satu tahun anggaran, Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan keuangan yang telah diperiksa BPK, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
Fungsi APBN
APBN merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum.APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam suatu tahun anggaran harus dimasukkan dalam APBN. Surplus penerimaan negara dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara tahun anggaran berikutnya.
- Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan, Dengan demikian, pembelanjaan atau pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
- Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran negara dapat menjadi pedoman bagi negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut. Bila suatu pembelanjaan telah direncanakan sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-rencana untuk medukung pembelanjaan tersebut. Misalnya, telah direncanakan dan dianggarkan akan membangun proyek pembangunan jalan dengan nilai sekian miliar. Maka, pemerintah dapat mengambil tindakan untuk mempersiapkan proyek tersebut agar bisa berjalan dengan lancar.
- Fungsi pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian akan mudah bagi rakyat untuk menilai apakah tindakan pemerintah menggunakan uang negara untuk keperluan tertentu itu dibenarkan atau tidak.
- Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efesiensi dan efektivitas perekonomian.
- Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan
- Fungsi stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
Prinsip penyusunan APBN
Berdasarkan aspek pendapatan, prinsip penyusunan APBN ada tiga, yaitu:- Intensifikasi penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan penyetoran.
- Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang negara.
- Penuntutan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara dan penuntutan denda.
- Hemat, efesien, dan sesuai dengan kebutuhan.
- Terarah, terkendali, sesuai dengan rencana program atau kegiatan.
- Semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan kemampuan atau potensi nasional.
Azas penyusunan APBN
APBN disusun dengan berdasarkan asas-asas:- Kemandirian, yaitu meningkatkan sumber penerimaan dalam negeri.
- Penghematan atau peningkatan efesiensi dan produktivitas.
- Penajaman prioritas pembangunan
- Menitik beratkan pada asas-asas dan undang-undang negara
Daftar Ringkasan APBN
Tahun Anggaran | Pendapatan Negara | Belanja Negara | Surplus / Defisit | ||||
2016 | APBN-P | n/a | n/a | n/a | n/a | n/a | n/a |
APBN | ▲ | Rp1.822,5 triliun | ▲ | Rp2.095,7 triliun | ▲ | Rp273,2 triliun | |
2015 | APBN-P [2] | ▼ | Rp1.761,6 triliun | ▼ | Rp1.984,1 triliun | ▼ | Rp222,5 triliun |
APBN [3] | ▲ | Rp1.793,6 triliun | ▲ | Rp2.039,5 triliun | ▲ | Rp245,9 triliun | |
2014 | APBN-P [4] | ▼ | Rp1.635,4 triliun | ▲ | Rp1.876,9 triliun | ▲ | Rp241,5 triliun |
APBN [5] | ▲ | Rp1.667,1 triliun | ▲ | Rp1.842,5 triliun | ▼ | Rp175,4 triliun | |
2013 | APBN-P [6] | ▼ | Rp1.502,0 triliun | ▲ | Rp1.726,2 triliun | ▲ | Rp224,2 triliun |
APBN[7] | ▲ | Rp1.529,7 triliun | ▲ | Rp1.683,0 triliun | ▼ | Rp153,3 triliun | |
2012 | APBN-P [8] | ▲ | Rp1.358,2 triliun | ▲ | Rp1.548,3 triliun | ▲ | Rp190,1 triliun |
APBN [9] | ▲ | Rp1.311,4 triliun | ▲ | Rp1.435,4 triliun | ▼ | Rp124,0 triliun | |
2011 | APBN-P [10] | ▲ | Rp1.169,9 triliun | ▲ | Rp1.320,8 triliun | ▲ | Rp150,8 triliun |
APBN [11] | ▲ | Rp1.104,9 triliun | ▲ | Rp1.229,6 triliun | ▼ | Rp124,7 triliun | |
2010 | APBN-P[12] | ▲ | Rp992,4 triliun | ▲ | Rp1.126,1 triliun | ▲ | Rp133,8 triliun |
APBN[13] | ▲ | Rp949,7 triliun | ▲ | Rp1.047,7 triliun | ▼ | Rp98,0 triliun | |
2009 | APBN-P [14] | ▼ | Rp871,0 triliun | ▼ | Rp1.000,8 triliun | ▲ | Rp129,8 triliun |
APBN[15] | ▲ | Rp985,7 triliun | ▲ | Rp1.037,1 triliun | ▼ | Rp51,3 triliun | |
2008 | APBN-P [16] | ▲ | Rp895,0 triliun | ▲ | Rp989,5 triliun | ▲ | Rp94,5 triliun |
APBN[17] | ▲ | Rp781,4 triliun | ▲ | Rp854,7 triliun | ▲ | Rp73,3 triliun |
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah(APBD).
Pengertian Anggaran Pendapatan, dan Belanja Daerah (APBD), adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.
Pengertian Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD adalah suatu rencana
keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (UU No. 17 Tahun 2003 pasal 1 butir 8 tentang Keuangan Negara).
Semua
Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah harus dicatat dan dikelola dalam APBD.
Penerimaan dan pengeluaran daerah tersebut adalah dalam rangka pelaksanaan
tugas-tugas desentralisasi. Sedangkan penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan
dengan pelaksanaan Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan tidak dicatat dalam
APBD.
APBD
merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun anggaran. APBD
merupakan rencana pelaksanaan semua Pendapatan Daerah dan semua Belanja Daerah
dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu.
Pemungutan semua penerimaan Daerah bertujuan untuk memenuhi target yang
ditetapkan dalam APBD. Demikian pula semua
pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD.
Karena APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD menjadi
dasar pula bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan
daerah.
Tahun
anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN yaitu mulai 1 Januari dan
berakhir tanggal 31 Desember tahun yang bersangkutan. Sehingga pengelolaan,
pengendalian, dan pengawasan keuangan daerah dapat dilaksanakan berdasarkan
kerangka waktu tersebut.
APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu suatu
sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari
perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Jumlah pendapatan yang
dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang
dapat tercapai untuk setiap sumber pendapatan. Pendapatan dapat direalisasikan
melebihi jumlah anggaran yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan belanja,
jumlah belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis
belanja. Jadi, realisasi belanja tidak boleh melebihi jumlah anggaran belanja
yang telah ditetapkan. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya
kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Setiap pejabat
dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBD apabila
tidak tersedia atau tidak cukup tersedia anggaran untuk membiayai pengeluaran
tersebut.Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah(APBD) terdiri atas:
Anggaran pendapatan, terdiri atas
Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain
Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus
Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat.
Anggaran belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah.
Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
Fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD):
Fungsi otorisasi bermakna bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk merealisasi pendapatan, dan belanja pada tahun bersangkutan. Tanpa dianggarkan dalam APBD sebuah kegiatan tidak memiliki kekuatan untuk dilaksanakan.
Fungsi perencanaan bermakna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
Fungsi pengawasan mengandung makna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai keberhasilan atau kegagalan penyelenggaraan pemerintah daerah.
Fungsi alokasi mengandung makna bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan pemborosan sumberdaya, serta meningkatkan efisiensi, dan efektifitas perekonomian daerah.
Fungsi distribusi memiliki makna bahwa kebijakan-kebijakan dalam penganggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan, dan kepatutan.
Fungsi stabilitasi memliki makna bahwa anggaran daerah menjadi alat untuk memelihara, dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.
Sumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Berikut ini adalah sumber-sumber penerimaan pemerintah daerah (subnasional):
User Charges (Retribusi)
Dianggap sebagai sumber penerimaan tambahan, tujuan utamanya adalahuntuk meningkatkan efisiensi dengan menyediakan informasi atas permintaan bagi penyedia layanan publik, dan memastikan apa yang disediakan oleh penyedialayanan publik minimal sebesar tambahan biaya (Marginal Cost) bagi masyarakat.Ada tiga jenis retribusi, antara lain:
Retribusi perizinan tertentu (service fees)
seperti penerbitan surat izin(pernikahan, bisnis, kendaraan bermotor) dan berbagai macam biaya yangditerapkan oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanan.Pemberlakuan biaya/tarif kepada masyarakat atas sesuatu yang diperlukanoleh hukum tidak selalu rasional.
Retribusi jasa umum (Public Prices)
adalah penerimaan pemerintahdaerah atas hasil penjualan barang-barang privat, dan jasa. Semua penjualan jasa yang disediakan di daerah untuk dapat diidentifikasi secara pribadi dari biaya manfaat publik untuk memberikan tarif atas fasilitashiburan/rekreasi. Biaya tersebut seharusnya diatur pada tingkat kompetisiswasta, tanpa pajak, dan subsidi, di mana itu merupakan cara yang palingefisien dari pencapaian tujuan kebijakan publik, dan akan lebih baik lagi jika pajak subsidi dihitung secara terpisah.
Retribusi jasa usaha (specific benefit charges) secara teori, merupakan cara untuk memperoleh keuntungan dari pembayar pajak yang kontras seperti pajak bahan bakar minyak atau pajak Bumi, dan Bangunan.
Property Taxes (pajak Bumi, dan Bangunan)
Pajak Property (PBB) memiliki peranan yang penting dalam hal keuangan pemerintah daerah, pemerintah daerah di kebanyakan negara berkembang akanmampu mengelola keuangannya tapi hak milik berhubungan dengan pajak property. Jika pemerintah daerah diharapkan untuk memerankan bagian penting dalam keuangan sektor jasa (contoh: pendidikan, kesehatan), sebagaimana seharusnya mereka akan membutuhkan akses untuk sumber penerimaan yanglebih elastis.
Excise Taxes (pajak cukai)
Pajak cukai berpotensi signifikan terhadap sumber penerimaan daerah,terutama pada alasan administrasi, dan efisiensi. Terutama cukai terhadap pajak kendaraan. Pajak tersebut jelas dapat dieksploitasi lebih lengkap daripada yang biasanya terjadi di sebagian besar negara yaitu dari perspektif administrative berupa pajak bahan bakar, dan pajak otomotif.Pajak bahan bakar juga terkait penggunaan jalan, dan efek eksternal sepertikecelakaan kendaraan, polusi, dan kemacetan. Swastanisasi jalan tol pada prinsipnya dapat melayani fungsi pajak manfaat, didasarkan pada fitur umur danukuran mesin kendaraan (mobil lebih tua, dan lebih besar biasanya memberikankontribusi lebih kepada polusi), lokasi kendaraan (mobil di kota-kota menambah polusi, dan kemacetan), sopir catatan (20 persen dari driver bertanggung jawabatas 80 persen kecelakaan), dan terutama bobot roda kendaraan (berat kendaraanyang pesat lebih banyak kerusakan jalan, dan memerlukan jalan yang lebih mahaluntuk membangun).
Personal income Taxes (Pajak Penghasilan)
Di antara beberapa negara di mana pemerintah subnasional memiliki peran pengeluaran besar, dan sebagian besar otonom fiskal adalah negara-negara Nordik.Pajak pendapatan daerah ini pada dasarnya dikenakan pada sebuah flat, tingkatdaerah didirikan pada basis pajak yang sama sebagai pajak pendapatan nasionaldan dikumpulkan oleh pemerintah pusat.
Prinsip-Prinsip Anggaran Daerah
Prinsip-prinsip
dasar (azas) yang berlaku di bidang pengelolaan Anggaran Daerah yang berlaku
juga dalam pengelolaan Anggaran Negara / Daerah sebagaimana bunyi penjelasan
dalam Undang Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yaitu :
1. Kesatuan : Azas ini menghendaki agar semua Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah disajikan dalam satu dokumen anggaran.
2. Universalitas : Azas ini mengharuskan agar setiap transaksi keuangan ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran.
3. Tahunan : Azas ini membatasi masa berlakunya anggaran untuk suatu tahun tertentu
4. Spesialitas : Azas ini mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terinci secara jelas peruntukannya.
5. Akrual : Azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani untuk pengeluaran yang seharusnya dibayar, atau menguntungkan anggaran untuk penerimaan yang seharusnya diterima, walaupun sebenarnya belum dibayar atau belum diterima pada kas
6. Kas : Azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani pada saat terjadi pengeluaran/ penerimaan uang dari/ ke Kas Daerah
1. Kesatuan : Azas ini menghendaki agar semua Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah disajikan dalam satu dokumen anggaran.
2. Universalitas : Azas ini mengharuskan agar setiap transaksi keuangan ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran.
3. Tahunan : Azas ini membatasi masa berlakunya anggaran untuk suatu tahun tertentu
4. Spesialitas : Azas ini mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terinci secara jelas peruntukannya.
5. Akrual : Azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani untuk pengeluaran yang seharusnya dibayar, atau menguntungkan anggaran untuk penerimaan yang seharusnya diterima, walaupun sebenarnya belum dibayar atau belum diterima pada kas
6. Kas : Azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani pada saat terjadi pengeluaran/ penerimaan uang dari/ ke Kas Daerah
Ketentuan mengenai
pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual sebagaimana
dimaksud dalam pasal 1 angka 13, 14, 15 dan 16 dalam UU Nomor 17 Tahun 2003,
dilaksanakan selambat-¬lambatnya dalam 5 (lima) tahun. Selama pengakuan dan
pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan
pengakuan dan pengukuran berbasis kas.
Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Struktur
APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari :
1. Pendapatan Daerah
2. Belanja Daerah
3. Pembiayaan
1. Pendapatan Daerah
2. Belanja Daerah
3. Pembiayaan
Selisih
lebih pendapatan daerah terhadap belanja daerah disebut surplus anggaran, tapi
apabila terjadi selisih kurang maka hal itu disebut defisit anggaran. Jumlah
pembiayaan sama dengan jumlah surplus atau jumlah defisit anggaran.
1. Pendapatan Daerah
1. Pendapatan Daerah
Pendapatan
daerah meliputi semua penerimaan uang melalui Rekening Kas Umum Daerah, yang
menambah ekuitas dana lancar, yang merupakan hak daerah dalam satu tahun
anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh Daerah.
Pendapatan
daerah terdiri atas:
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD), terdiri dari :
1) pajak daerah;
2) retribusi daerah;
3) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
4) lain-lain PAD yang sah, terdiri dari :
(1) hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;
(2) hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;
(3) jasa giro;
(4) pendapatan bunga;
(5) tuntutan ganti rugi;
(6) keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan
(7) komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD), terdiri dari :
1) pajak daerah;
2) retribusi daerah;
3) hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan
4) lain-lain PAD yang sah, terdiri dari :
(1) hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;
(2) hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;
(3) jasa giro;
(4) pendapatan bunga;
(5) tuntutan ganti rugi;
(6) keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan
(7) komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.
c.
Dana Perimbangan; terdiri dari :
1) Dana Bagi Hasil
2) Dana Alokasi Umum (DAU), dan
3) Dana Alokasi Khusus (DAK)
1) Dana Bagi Hasil
2) Dana Alokasi Umum (DAU), dan
3) Dana Alokasi Khusus (DAK)
5)
Lain-lain pendapatan daerah yang sah, meliputi hibah, dana darurat, dan
lain-lain pendapatan yang ditetapkan oleh pemerintah. Hibah yang merupakan
bagian dari Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah merupakan bantuan berupa uang,
barang, dan/atau jasa yang berasal dari pemerintah, masyarakat, dan badan usaha
dalam negeri atau luar negeri yang tidak mengikat.
2. Belanja
Daerah
Komponen
berikutnya dari APBD adalah Belanja Daerah. Belanja daerah meliputi semua
pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar,
yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan
diperoleh pembayarannya kembali oleh Daerah.
Belanja
daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan
urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan.
Urusan wajib
adalah urusan yang sangat mendasar yang berkaitan dengan hak dan pelayanan
dasar kepada masyarakat yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah daerah.
Sedangkan
urusan pilihan adalah urusan pemerintah yang secara nyata ada dan berpotensi
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai kondisi, kekhasan, dan
potensi keunggulan daerah. Belanja penyelenggaraan urusan wajib tersebut
diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat
dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan
pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum
yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial. Peningkatan kualitas
kehidupan masyarakat diwujudkan melalui prestasi kerja dalam pencapaian standar
pelayanan minimal berdasarkan urusan wajib pemerintahan daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Belanja
daerah diklasifikasikan menurut organisasi, fungsi, program dan kegiatan, serta
jenis belanja. Klasifikasi belanja menurut organisasi disesuaikan dengan
susunan organisasi pemerintahan daerah. Klasifikasi belanja menurut fungsi
terdiri dari:
a. klasifikasi berdasarkan urusan pemerintahan; dan
b. klasifikasi fungsi pengelolaan keuangan negara.
a. klasifikasi berdasarkan urusan pemerintahan; dan
b. klasifikasi fungsi pengelolaan keuangan negara.
Klasifikasi
belanja berdasarkan urusan pemerintahan diklasifikasikan menurut kewenangan
pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota.
Sedangkan
klasifikasi belanja menurut fungsi pengelolaan negara digunakan untuk tujuan
keselarasan dan keterpaduan pengelolaan keuangan negara terdiri dari:
a. pelayanan umum;
b. ketertiban dan keamanan;
c. ekonomi;
d. lingkungan hidup;
e. perumahan dan fasilitas umum;
f. kesehatan;
g. pariwisata dan budaya;
h. agama;
i. pendidikan; serta
j. perlindungan sosial.
a. pelayanan umum;
b. ketertiban dan keamanan;
c. ekonomi;
d. lingkungan hidup;
e. perumahan dan fasilitas umum;
f. kesehatan;
g. pariwisata dan budaya;
h. agama;
i. pendidikan; serta
j. perlindungan sosial.
Klasifikasi
belanja menurut program dan kegiatan disesuaikan dengan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah. Sedangkan klasifikasi belanja menurut jenis
belanja terdiri dari:
a. belanja pegawai;
b. belanja barang dan jasa;
c. belanja modal;
d. bunga;
e. subsidi;
f. hibah;
g. bantuan sosial;
h. belanja bagi hasil dan bantuan keuangan; dan
i. belanja tidak terduga.
Penganggaran dalam APBD untuk setiap jenis belanja berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
a. belanja pegawai;
b. belanja barang dan jasa;
c. belanja modal;
d. bunga;
e. subsidi;
f. hibah;
g. bantuan sosial;
h. belanja bagi hasil dan bantuan keuangan; dan
i. belanja tidak terduga.
Penganggaran dalam APBD untuk setiap jenis belanja berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
3.
Pembiayaan Daerah
Pembiayaan
daerah meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang
bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan daerah
tersebut terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
Penerimaan
pembiayaan mencakup:
a. SiLPA tahun anggaran sebelumnya;
b. pencairan dana cadangan;
c. hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan;
d. penerimaan pinjaman; dan
e. penerimaan kembali pemberian pinjaman.
a. SiLPA tahun anggaran sebelumnya;
b. pencairan dana cadangan;
c. hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan;
d. penerimaan pinjaman; dan
e. penerimaan kembali pemberian pinjaman.
Pengeluaran
pembiayaan mencakup:
a. pembentukan dana cadangan;
b. penyertaan modal pemerintah daerah;
c. pembayaran pokok utang; dan
d. pemberian pinjaman.
a. pembentukan dana cadangan;
b. penyertaan modal pemerintah daerah;
c. pembayaran pokok utang; dan
d. pemberian pinjaman.
Pembiayaan
neto merupakan selisih lebih penerimaan pembiayaan terhadap pengeluaran
pembiayaan. Jumlah pembiayaan neto harus dapat menutup defisit anggaran.
Penyusunan APBD
A. Siklus Anggaran
APBD
merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran
terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. APBD
disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan
pendapatan daerah. Dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pemerintah
melaksanakan kegiatan keuangan dalam siklus pengelolaan anggaran yang secara
garis besar terdiri dari:
1. Penyusunan dan Penetapan APBD;
2. Pelaksanaan dan Penatausahaan APBD;
3. Pelaporan dan Pertanggungjawaban APBD.
1. Penyusunan dan Penetapan APBD;
2. Pelaksanaan dan Penatausahaan APBD;
3. Pelaporan dan Pertanggungjawaban APBD.
Penyusunan
APBD berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah Daerah dalam rangka mewujudkan
pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara. APBD, perubahan
APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD ditetapkan setiap tahun dengan
peraturan daerah. Dalam menyusun APBD, penganggaran pengeluaran harus didukung
dengan adanya kepastian atas tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup.
Pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah yang dianggarkan dalam APBD harus
berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan dan dianggarkan secara bruto
dalam APBD.
B.
Penyusunan Rancangan APBD
Pemerintah
Daerah perlu menyusun APBD untuk menjamin kecukupan dana dalam menyelenggarakan
urusan pemerintahannya. Karena itu, perlu diperhatikan kesesuaian antara
kewenangan pemerintahan dan sumber pendanaannya. Pengaturan kesesuaian
kewenangan dengan pendanaannya adalah sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas beban APBD.
2. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat di daerah didanai dari dan atas beban APBN.
3. Penyelenggaraan urusan pemerintahan provinsi yang penugasannya dilimpahkan kepada kabupaten/kota dan/atau desa, didanai dari dan atas beban APBD provinsi.
1. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas beban APBD.
2. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat di daerah didanai dari dan atas beban APBN.
3. Penyelenggaraan urusan pemerintahan provinsi yang penugasannya dilimpahkan kepada kabupaten/kota dan/atau desa, didanai dari dan atas beban APBD provinsi.
4.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan kabupaten/kota yang penugasannya
dilimpahkan kepada desa, didanai dari dan atas beban APBD kabupaten/kota.
Seluruh
penerimaan dan pengeluaran pemerintahan daerah baik dalam bentuk uang, barang
dan/atau jasa pada tahun anggaran yang berkenaan harus dianggarkan dalam APBD.
Penganggaran penerimaan dan pengeluaran APBD harus memiliki dasar hukum
penganggaran. Anggaran belanja daerah diprioritaskan untuk melaksanakan
kewajiban pemerintahan daerah sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
1.
Rencana Kerja Pemerintahan Daerah
Penyusunan
APBD berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah Daerah. Karena itu kegiatan
pertama dalam penyusunan APBD adalah penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah
(RKPD). Pemerintah daerah menyusun RKPD yang merupakan penjabaran dari Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dengan menggunakan bahan dari Renja
SKPD untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang mengacu kepada Rencana Kerja
Pemerintah Pusat.
RKPD
tersebut memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan dan
kewajiban daerah, rencana kerja yang terukur dan pendanaannya, baik yang
dilaksanakan langsung oleh pemerintah, pemerintah daerah maupun ditempuh dengan
mendorong partisipasi masyarakat. Secara khusus, kewajiban daerah mempertimbangkan
prestasi capaian standar pelayanan minimal yang ditetapkan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. RKPD disusun untuk menjamin keterkaitan dan
konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan.
Penyusunan
RKPD diselesaikan paling lambat akhir bulan Mei sebelum tahun anggaran
berkenaan. RKPD ditetapkan dengan peraturan kepala daerah.
2.
Kebijakan Umum APBD
Setelah
Rencana Kerja Pemerintah Daerah ditetapkan, Pemerintah daerah perlu menyusun
Kebijakan Umum APBD (KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS)
yang menjadi acuan bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam menyusun
Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD.
Kepala
daerah menyusun rancangan KUA berdasarkan RKPD dan pedoman penyusunan APBD yang
ditetapkan Menteri Dalam Negeri setiap tahun. Pedoman penyusunan APBD yang
ditetapkan Menteri Dalam Negeri tersebut memuat antara lain:
a. pokok-pokok kebijakan yang memuat sinkronisasi kebijakan pemerintah dengan pemerintah daerah;
b. prinsip dan kebijakan penyusunan APBD tahun anggaran berkenaan;
c. teknis penyusunan APBD; dan
d. hal-hal khusus lainnya.
a. pokok-pokok kebijakan yang memuat sinkronisasi kebijakan pemerintah dengan pemerintah daerah;
b. prinsip dan kebijakan penyusunan APBD tahun anggaran berkenaan;
c. teknis penyusunan APBD; dan
d. hal-hal khusus lainnya.
Rancangan
KUA memuat target pencapaian kinerja yang terukur dari program-program yang
akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk setiap urusan pemerintahan
daerah yang disertai dengan proyeksi pendapatan daerah, alokasi belanja daerah,
sumber dan penggunaan pembiayaan yang disertai dengan asumsi yang mendasarinya.
Program-program diselaraskan dengan prioritas pembangunan yang ditetapkan oleh
pemerintah pusat. Sedangkan asumsi yang mendasari adalah pertimbangan atas
perkembangan ekonomi makro dan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal yang
ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Dalam
menyusun rancangan KUA, kepala daerah dibantu oleh Tim Anggaran Pemerintah
Daerah (TAPD) yang dipimpin oleh sekretaris daerah. Rancangan KUA yang telah
disusun, disampaikan oleh sekretaris daerah selaku koordinator pengelola
keuangan daerah kepada kepala daerah, paling lambat pada awal bulan Juni.
Rancangan
KUA disampaikan kepala daerah kepada DPRD paling lambat pertengahan bulan Juni
tahun anggaran berjalan untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun
anggaranberikutnya. Pembahasan dilakukan oleh TAPD bersama panitia anggaran
DPRD. Rancangan KUA yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi KUA
paling lambat minggu pertama bulan Juli tahun anggaran berjalan.
3.
Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara
Selanjutnya
berdasarkan KUA yang telah disepakati, pemerintah daerah menyusun rancangan
Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Rancangan PPAS tersebut disusun
dengan tahapan sebagai berikut :
a. menentukan skala prioritas untuk urusan wajib dan urusan pilihan;
b. menentukan urutan program untuk masing-masing urusan; dan
c. menyusun plafon anggaran sementara untuk masing-masing program.
a. menentukan skala prioritas untuk urusan wajib dan urusan pilihan;
b. menentukan urutan program untuk masing-masing urusan; dan
c. menyusun plafon anggaran sementara untuk masing-masing program.
Kepala
daerah menyampaikan rancangan PPAS yang telah disusun kepada DPRD untuk dibahas
paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun anggaran berjalan. Pembahasan
dilakukan oleh TAPD bersama panitia anggaran DPRD. Rancangan PPAS yang telah
dibahas selanjutnya disepakati menjadi PPAS paling lambat akhir bulan Juli
tahun anggaran berjalan.
KUA serta
PPAS yang telah disepakati, masing-masing dituangkan ke dalam nota kesepakatan
yang ditandatangani bersama antara kepala daerah dengan pimpinan DPRD. Dalam
hal kepala daerah berhalangan, yang bersangkutan dapat menunjuk pejabat yang
diberi wewenang untuk menandatangani nota kepakatan KUA dan PPAS. Dalam hal
kepala daerah berhalangan tetap, penandatanganan nota kepakatan KUA dan PPAS
dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang.
4.
Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD
Berdasarkan
nota kesepakatan yang berisi KUA dan PPAS, TAPD menyiapkan rancangan surat
edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA SKPD sebagai acuan kepala
SKPD dalam menyusun RKA-SKPD. Rancangan surat edaran kepala daerah tentang
pedoman penyusunan RKA-SKPD mencakup:
a. PPAS yang dialokasikan untuk setiap program SKPD berikut rencana pendapatan dan pembiayaan;
b. sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD dengan kinerja SKPD berkenaan sesuai dengan standar pelayanan minimal yang ditetapkan;
c. batas waktu penyampaian RKA-SKPD kepada PPKD;
d. hal-hal lainnya yang perlu mendapatkan perhatian dari SKPD terkait dengan prinsip-prinsip peningkatan efisiensi, efektifitas, tranparansi dan akuntabilitas penyusunan anggaran dalam rangka pencapaian prestasi kerja; dan
e. dokumen sebagai lampiran meliputi KUA, PPA, kode rekening APBD, format RKASKPD, analisis standar belanja dan standar satuan harga.
a. PPAS yang dialokasikan untuk setiap program SKPD berikut rencana pendapatan dan pembiayaan;
b. sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD dengan kinerja SKPD berkenaan sesuai dengan standar pelayanan minimal yang ditetapkan;
c. batas waktu penyampaian RKA-SKPD kepada PPKD;
d. hal-hal lainnya yang perlu mendapatkan perhatian dari SKPD terkait dengan prinsip-prinsip peningkatan efisiensi, efektifitas, tranparansi dan akuntabilitas penyusunan anggaran dalam rangka pencapaian prestasi kerja; dan
e. dokumen sebagai lampiran meliputi KUA, PPA, kode rekening APBD, format RKASKPD, analisis standar belanja dan standar satuan harga.
Surat edaran
kepala daerah perihal pedoman penyusunan RKA¬SKPD diterbitkan paling lambat
awal bulan Agustus tahun anggaran berjalan. Berdasarkan pedoman penyusunan
RKA-SKPD, kepala SKPD menyusun RKA-SKPD.
RKA-SKPD
disusun dengan menggunakan pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah
daerah, penganggaran terpadu dan penganggaran berdasarkan prestasi kerja.
Pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah dilaksanakan dengan
menyusun prakiraan maju. Prakiraan maju tersebut berisi perkiraan kebutuhan
anggaran untuk program dan kegiatan yang direncanakan dalam tahun anggaran
berikutnya dari tahun anggaran yang direncanakan.
Pendekatan
penganggaran terpadu dilakukan dengan memadukan seluruh proses perencanaan dan
penganggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan di lingkungan SKPD untuk
menghasilkan dokumen rencana kerja dan anggaran.
Pendekatan penganggaran berdasarkan prestasi kerja dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran yang diharapkan dari kegiatan dan hasil serta manfaat yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut.
Pendekatan penganggaran berdasarkan prestasi kerja dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran yang diharapkan dari kegiatan dan hasil serta manfaat yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut.
Untuk
terlaksananya penyusunan RKA-SKPD berdasarkan pendekatan kerangka pengeluaran
jangka menengah daerah, penganggaran terpadu dan penganggaran berdasarkan
prestasi kerja, dan terciptanya kesinambungan RKA-SKPD, kepala SKPD
mengevaluasi hasil pelaksanaan program dan kegiatan 2 (dua) tahun anggaran
sebelumnya sampai dengan semester pertama tahun anggaran berjalan. Evaluasi
tersebut bertujuan menilai program dan kegiatan yang belum dapat dilaksanakan
dan/atau belum diselesaikan tahun-tahun sebelumnya untuk dilaksanakan dan/atau
diselesaikan pada tahun yang direncanakan atau 1 (satu) tahun berikutnya dari
tahun yang direncanakan. Dalam hal suatu program dan kegiatan merupakan tahun
terakhir untuk pencapaian prestasi kerja yang ditetapkan, kebutuhan dananya
harus dianggarkan pada tahun yang direncanakan.
Penyusunan
RKA-SKPD berdasarkan prestasi kerja memperhatikan:
a.
indikator kinerja.
Indikator kinerja adalah ukuran keberhasilan yang akan dicapai dari program dan kegiatan yang direncanakan.
b. capaian atau target kinerja.
Capaian kinerja merupakan ukuran prestasi kerja yang akan dicapai yang berwujud kualitas, kuantitas, efisiensi dan efektifitas pelaksanaan dari setiap program dan kegiatan.
c. analisis standar belanja.
Analisis standar belanja merupakan penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan.
d. standar satuan harga.
Standar satuan harga merupakan harga satuan setiap unit barang/jasa yang berlaku di suatu daerah yang ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.
e. standar pelayanan minimal.
Standar pelayanan minimal merupakan tolok ukur kinerja dalam menentukan capaian jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah.
Indikator kinerja adalah ukuran keberhasilan yang akan dicapai dari program dan kegiatan yang direncanakan.
b. capaian atau target kinerja.
Capaian kinerja merupakan ukuran prestasi kerja yang akan dicapai yang berwujud kualitas, kuantitas, efisiensi dan efektifitas pelaksanaan dari setiap program dan kegiatan.
c. analisis standar belanja.
Analisis standar belanja merupakan penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan.
d. standar satuan harga.
Standar satuan harga merupakan harga satuan setiap unit barang/jasa yang berlaku di suatu daerah yang ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.
e. standar pelayanan minimal.
Standar pelayanan minimal merupakan tolok ukur kinerja dalam menentukan capaian jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah.
RKA-SKPD
memuat rencana pendapatan, rencana belanja untuk masing-masing program dan
kegiatan, serta rencana pembiayaan untuk tahun yang direncanakan dirinci sampai
dengan rincian objek pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta prakiraan maju
untuk tahun berikutnya. RKA-SKPD juga memuat informasi tentang urusan
pemerintahan daerah, organisasi, standar biaya, prestasi kerja yang akan
dicapai dari program dan kegiatan.
RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD disampaikan kepada PPKD untuk dibahas lebih lanjut oleh TAPD.
RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD disampaikan kepada PPKD untuk dibahas lebih lanjut oleh TAPD.
5. Penyiapan
Raperda APBD
Selanjutnya, berdasarkan RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD dilakukan pembahasan penyusunan Raperda oleh TAPD. Pembahasan oleh TAPD dilakukan untuk menelaah kesesuaian antara RKA-SKPD dengan KUA, PPA, prakiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya, dan dokumen perencanaan lainnya, serta capaian kinerja, indikator kinerja, kelompok sasaran kegiatan, standar analisis belanja, standar satuan harga, standar pelayanan minimal, serta sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD.
Selanjutnya, berdasarkan RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD dilakukan pembahasan penyusunan Raperda oleh TAPD. Pembahasan oleh TAPD dilakukan untuk menelaah kesesuaian antara RKA-SKPD dengan KUA, PPA, prakiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya, dan dokumen perencanaan lainnya, serta capaian kinerja, indikator kinerja, kelompok sasaran kegiatan, standar analisis belanja, standar satuan harga, standar pelayanan minimal, serta sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD.
Dalam hal
hasil pembahasan RKA-SKPD terdapat ketidaksesuaian, kepala SKPD melakukan
penyempurnaan. RKA-SKPD yang telah disempurnakan oleh kepala SKPD disampaikan
kepada PPKD sebagai bahan penyusunan rancangan peraturan daerah tentang APBD
dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.
Rancangan peraturan daerah tentang APBD dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari:
a. ringkasan APBD;
b. ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi;
c. rincian APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, pendapatan, belanja dan pembiayaan;
d. rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program dan kegiatan;
e. rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan urusan pemerintahan daerah dan fungsi dalam kerangka pengelolaan keuangan negara;
f. daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan;
g. daftar piutang daerah;
Rancangan peraturan daerah tentang APBD dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari:
a. ringkasan APBD;
b. ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi;
c. rincian APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, pendapatan, belanja dan pembiayaan;
d. rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program dan kegiatan;
e. rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan urusan pemerintahan daerah dan fungsi dalam kerangka pengelolaan keuangan negara;
f. daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan;
g. daftar piutang daerah;
h.
daftar penyertaan modal (investasi) daerah;
i. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap daerah;
j. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lain-lain;
k. daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini;
l. daftar dana cadangan daerah; dan
m. daftar pinjaman daerah.
Bersamaan dengan penyusunan rancangan Perda APBD, disusun rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Rancangan peraturan kepala daerah tersebut dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari:
a. ringkasan penjabaran APBD;
b. penjabaran APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek, rincian obyek pendapatan, belanja dan pembiayaan.
i. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap daerah;
j. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lain-lain;
k. daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini;
l. daftar dana cadangan daerah; dan
m. daftar pinjaman daerah.
Bersamaan dengan penyusunan rancangan Perda APBD, disusun rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Rancangan peraturan kepala daerah tersebut dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari:
a. ringkasan penjabaran APBD;
b. penjabaran APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek, rincian obyek pendapatan, belanja dan pembiayaan.
Rancangan
peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD wajib memuat penjelasan sebagai
berikut:
a. untuk pendapatan mencakup dasar hukum, target/volume yang direncanakan, tarif pungutan/harga;
b. untuk belanja mencakup dasar hukum, satuan volume/tolok ukur, harga satuan, lokasi kegiatan dan sumber pendanaan kegiatan;
c. untuk pembiayaan mencakup dasar hukum, sasaran, sumber penerimaan pembiayaan dan tujuan pengeluaran pembiayaan.
a. untuk pendapatan mencakup dasar hukum, target/volume yang direncanakan, tarif pungutan/harga;
b. untuk belanja mencakup dasar hukum, satuan volume/tolok ukur, harga satuan, lokasi kegiatan dan sumber pendanaan kegiatan;
c. untuk pembiayaan mencakup dasar hukum, sasaran, sumber penerimaan pembiayaan dan tujuan pengeluaran pembiayaan.
Rancangan
peraturan daerah tentang APBD yang telah disusun oleh PPKD disampaikan kepada
kepala daerah. Selanjutnya rancangan peraturan daerah tentang APBD sebelum
disampaikan kepada DPRD disosialisasikan kepada masyarakat. Sosialisasi
rancangan peraturan daerah tentang APBD tersebut bersifat memberikan informasi
mengenai hak dan kewajiban pemerintah daerah serta masyarakat dalam pelaksanaan
APBD tahun anggaran yang direncanakan.
Penyebarluasan
rancangan peraturan daerah tentang APBD dilaksanakan oleh sekretaris daerah
selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah.
6.
Penyampaian dan Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD
Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang APBD beserta lampirannya kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan Oktober tahun anggaran sebelumnya dari tahun yang direncanakan untuk mendapatkan persetujuan bersama. Pengambilan keputusan bersama DPRD dan kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang APBD beserta lampirannya kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan Oktober tahun anggaran sebelumnya dari tahun yang direncanakan untuk mendapatkan persetujuan bersama. Pengambilan keputusan bersama DPRD dan kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
Penyampaian
rancangan peraturan daerah tersebut disertai dengan nota keuangan. Penetapan
agenda pembahasan rancangan peraturan daerah tentang APBD untuk mendapatkan
persetujuan bersama, disesuaikan dengan tata tertib DPRD masing-masing daerah.
Pembahasan rancangan peraturan daerah tersebut berpedoman pada KUA, serta PPA
yang telah disepakati bersama antara pemerintah daerah dan DPRD. Dalam hal DPRD
memerlukan tambahan penjelasan terkait dengan pembahasan program dan kegiatan
tertentu, dapat meminta RKA-SKPD berkenaan kepada kepala daerah.
Apabila DPRD
sampai batas waktu 1 bulan sebelum tahun anggaran berkenaan, tidak menetapkan
persetujuan bersama dengan kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah
tentang APBD, maka kepala daerah melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya
sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai keperluan setiap
bulan. Pengeluaran setinggi-tingginya untuk keperluan setiap bulan tersebut,
diprioritaskan untuk belanja yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat
wajib. Belanja yang bersifat mengikat merupakan belanja yang dibutuhkan secara
terus menerus dan harus dialokasikan oleh pemerintah daerah dengan jumlah yang
cukup untuk keperluan setiap bulan dalam tahun anggaran yang bersangkutan,
seperti belanja pegawai, belanja barang dan jasa. Sedangkan Belanja yang
bersifat wajib adalah belanja untuk terjaminnya kelangsungan pemenuhan
pendanaan pelayanan dasar masyarakat antara lain pendidikan dan kesehatan
dan/atau melaksanakan kewajiban kepada fihak ketiga.
Atas dasar
persetujuan bersama, kepala daerah menyiapkan rancangan peraturan kepala daerah
tentang penjabaran APBD. Rancangan peraturan kepala daerah tentang Penjabaran
APBD tersebut dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari :
a. ringkasan APBD;
b. ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi;
c. rincian APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek, rincian obyek pendapatan, belanja dan pembiayaan;
d. rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program dan kegiatan;
e. rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan urusan pemerintahan daerah dan fungsi dalam kerangka pengelolaan keuangan negara;
f. daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan;
g. daftar piutang daerah;
h. daftar penyertaan modal (investasi) daerah;
i. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap daerah;
j. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lain-lain;
k. daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini;
l. daftar dana cadangan daerah; dan
m. daftar pinjaman daerah.
a. ringkasan APBD;
b. ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi;
c. rincian APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek, rincian obyek pendapatan, belanja dan pembiayaan;
d. rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program dan kegiatan;
e. rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan urusan pemerintahan daerah dan fungsi dalam kerangka pengelolaan keuangan negara;
f. daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan;
g. daftar piutang daerah;
h. daftar penyertaan modal (investasi) daerah;
i. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap daerah;
j. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lain-lain;
k. daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini;
l. daftar dana cadangan daerah; dan
m. daftar pinjaman daerah.
Dalam hal
kepala daerah dan/atau pimpinan DPRD berhalangan tetap, maka pejabat yang
ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku penjabat/pelaksana
tugas kepala daerah dan/atau selaku pimpinan sementara DPRD yang menandatangani
persetujuan bersama.
Rancangan
peraturan kepala daerah tentang APBD dapat dilaksanakan setelah memperoleh
pengesahan dari gubernur bagi kabupaten/kota. Sedangkan pengesahan rancangan
peraturan kepala daerah tentang APBD ditetapkan dengan keputusan gubernur bagi
kabupaten/kota.
Penyampaian
rancangan peraturan kepala daerah untuk memperoleh pengesahan paling lama 15
(lima belas) hari kerja terhitung sejak DPRD tidak menetapkan keputusan bersama
dengan kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD.
Apabila
dalam batas waktu 30 (tiga puluh) hari kerja gubernur tidak mengesahkan
rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD, kepala daerah menetapkan
rancangan peraturan kepala daerah dimaksud menjadi peraturan kepala daerah.
Khusus untuk
pengeluaran, diatur bahwa pelampauan batas tertinggi dari jumlah pengeluaran,
hanya diperkenankan apabila ada kebijakan pemerintah untuk kenaikan gaji dan
tunjangan pegawai negeri sipil serta penyediaan dana pendamping atas program
dan kegiatan yang ditetapkan oleh pemerintah serta bagi hasil pajak daerah dan
retribusi daerah yang ditetapkan dalam undang-undang.
7. Evaluasi
Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah
tentang Penjabaran APBD
Rancangan peraturan daerah Kabupaten/Kota tentang APBD yang telah disetujui bersama DPRD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Bupati paling lama 3 (tiga) hari kerja disampaikan terlebih dahulu kepada Gubernur untuk dievaluasi.
Rancangan peraturan daerah Kabupaten/Kota tentang APBD yang telah disetujui bersama DPRD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Bupati paling lama 3 (tiga) hari kerja disampaikan terlebih dahulu kepada Gubernur untuk dievaluasi.
Penyampaian
rancangan disertai dengan:
a. persetujuan bersama antara pemerintah daerah dan DPRD terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD;
b. KUA dan PPA yang disepakati antara kepala daerah dan pimpinan DPRD;
c. risalah sidang jalannya pembahasan terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD; dan
d. nota keuangan dan pidato kepala daerah perihal penyampaian pengantar nota keuangan pada sidang DPRD.
a. persetujuan bersama antara pemerintah daerah dan DPRD terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD;
b. KUA dan PPA yang disepakati antara kepala daerah dan pimpinan DPRD;
c. risalah sidang jalannya pembahasan terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD; dan
d. nota keuangan dan pidato kepala daerah perihal penyampaian pengantar nota keuangan pada sidang DPRD.
Evaluasi
bertujuan untuk tercapainya keserasian antara kebijakan daerah dan kebijakan
nasional, keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan aparatur serta
untuk meneliti sejauh mana APBD Kabupaten/Kota tidak bertentangan dengan
kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan/atau peraturan daerah lainnya
yang ditetapkan oleh Kabupaten/Kota bersangkutan. Untuk efektivitas pelaksanaan
evaluasi, Gubernur dapat mengundang pejabat pemerintah daerah Kabupaten/Kota
yang terkait.
Hasil
evaluasi dituangkan dalam keputusan Gubernur dan disampaikan kepada
Bupati/Walikota paling lama 15 (lima betas) hari kerja terhitung sejak
diterimanya rancangan dimaksud. Apabila Gubernur menyatakan hasil evaluasi atas
rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota
tentang penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati/Walikota menetapkan rancangan
dimaksud menjadi peraturan daerah dan peraturan Bupati/Walikota.
Dalam hal
Gubernur menyatakan bahwa hasil evaluasi rancangan peraturan daerah tentang
APBD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD
bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi, Bupati/Walikota bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama
7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi. Apabila hasil
evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Bupati/Walikota dan DPRD, dan
Bupati/Walikota tetap menetapkan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan
rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD menjadi peraturan
daerah dan peraturan Bupati/Walikota, Gubernur membatalkan peraturan daerah dan
peraturan Bupati/Walikota dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD
tahun sebelumnya.
Pembatalan
peraturan daerah dan peraturan bupati/walikota dan pernyataan berlakunya pagu
APBD tahun sebelumnya ditetapkan dengan peraturan gubernur. Paling lama 7 (tujuh)
hari kerja setelah pembatalan, kepala daerah harus memberhentikan pelaksanaan
peraturan daerah dan selanjutnya DPRD bersama kepala daerah mencabut peraturan
daerah dimaksud. Pencabutan peraturan daerah tersebut dilakukan dengan
peraturan daerah tentang pencabutan peraturan daerah tentang APBD.
Pelaksanaan
pengeluaran atas pagu APBD tahun sebelumnya, ditetapkan dengan peraturan kepala
daerah. Penyempurnaan hasil evaluasi dilakukan oleh kepala daerah bersama
dengan Badan anggaran DPRD. Hasil penyempurnaan ditetapkan oleh pimpinan DPRD.
Keputusan pimpinan DPRD dijadikan dasar penetapan peraturan daerah tentang
APBD.
Keputusan
pimpinan DPRD bersifat final dan dilaporkan pada sidang paripurna berikutnya.
Sidang paripurna berikutnya yakni setelah sidang paripurna pengambilan
keputusan bersama terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD.
Keputusan
pimpinan DPRD disampaikan kepada kepada gubernur bagi APBD kabupaten/kota
paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah keputusan tersebut ditetapkan. Dalam
hal pimpinan DPRD berhalangan tetap, maka pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan
oleh pejabat yang berwenang selaku pimpinan sementara DPRD yang menandatangani
keputusan pimpinan DPRD.
Gubernur
menyampaikan hasil evaluasi yang dilakukan atas rancangan peraturan daerah kabupaten/kota
tentang APBD dan rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran APBD
kepada Menteri Dalam Negeri.
8. Penetapan
Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran
APBD
Rancangan
peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang
penjabaran APBD yang telah dievaluasi ditetapkan oleh kepala daerah menjadi
peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran
APBD. Penetapan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala
daerah tentang penjabaran APBD tersebut dilakukan paling lambat tanggal 31
Desember tahun anggaran sebelumnya.
Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap, maka pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku penjabat/pelaksana tugas kepala daerah yang menetapkan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.
Kepala daerah menyampaikan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD kepada gubernur bagi kabupaten/kota paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah ditetapkan.
Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap, maka pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku penjabat/pelaksana tugas kepala daerah yang menetapkan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD.
Kepala daerah menyampaikan peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD kepada gubernur bagi kabupaten/kota paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah ditetapkan.
9. Perubahan
APBD
Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan, dibahas bersama DPRD dengan pemerintah daerah dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBD tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi:
a. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA;
b. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja;
c. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran Iebih tahun sebelumnya harus digunakan dalam tahun berjalan;
d. keadaan darurat; dan
e. keadaan luar biasa.
Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan, dibahas bersama DPRD dengan pemerintah daerah dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBD tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi:
a. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA;
b. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja;
c. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran Iebih tahun sebelumnya harus digunakan dalam tahun berjalan;
d. keadaan darurat; dan
e. keadaan luar biasa.
Dalam
keadaan darurat, pemerintah daerah dapat melakukan pengeluaran yang belum
tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan
APBD, dan/atau disampaikan dalam laporan realisasi anggaran. Keadaan darurat
tersebut sekurang-kurangnya memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. bukan merupakan kegiatan normal dari aktivitas pemerintah daerah dan tidak dapat diprediksikan sebelumnya;
b. tidak diharapkan terjadi secara berulang;
c. berada di luar kendali dan pengaruh pemerintah daerah; dan
d. memiliki dampak yang signifikan terhadap anggaran dalam rangka pemulihan yang disebabkan oleh keadaan darurat.
Perubahan APBD hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa. Keadaan luar biasa tersebut adalah keadaan yang menyebabkan estimasi penerimaan dan/atau pengeluaran dalam APBD mengalami kenaikan atau penurunan lebih besar dari 50% (lima puluh persen).
a. bukan merupakan kegiatan normal dari aktivitas pemerintah daerah dan tidak dapat diprediksikan sebelumnya;
b. tidak diharapkan terjadi secara berulang;
c. berada di luar kendali dan pengaruh pemerintah daerah; dan
d. memiliki dampak yang signifikan terhadap anggaran dalam rangka pemulihan yang disebabkan oleh keadaan darurat.
Perubahan APBD hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa. Keadaan luar biasa tersebut adalah keadaan yang menyebabkan estimasi penerimaan dan/atau pengeluaran dalam APBD mengalami kenaikan atau penurunan lebih besar dari 50% (lima puluh persen).
Pelaksanaan
pengeluaran atas pendanaan keadaan darurat dan/atau keadaan luar biasa
ditetapkan dengan peraturan kepala daerah. Realisasi pengeluaran atas pendanaan
keadaan darurat dan/atau keadaan luar biasa tersebut dicantumkan dalam
rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
Pemerintah
daerah mengajukan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD tahun
anggaran yang bersangkutan untuk mendapatkan persetujuan DPRD sebelum tahun
anggaran yang bersangkutan berakhir. Persetujuan DPRD terhadap rancangan
peraturan daerah tersebut selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya
tahun anggaran.
Proses
evaluasi dan penetapan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD dan
rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran perubahan APBD menjadi
peraturan daerah dan peraturan kepala daerah berlaku ketentuan seperti halnya
evaluasi dan penetapan rancangan APBD. Apabila hasil evaluasi tersebut tidak
ditindaklanjuti oleh kepala daerah dan DPRD, dan kepala daerah tetap menetapkan
rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD dan rancangan peraturan
kepala daerah tentang penjabaran perubahan APBD, peraturan daerah dan peraturan
kepala daerah dimaksud dibatalkan dan sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD
tahun berjalan termasuk untuk pendanaan keadaan darurat.
Pembatalan
peraturan daerah tentang perubahan APBD kabupaten/kota dan peraturan
bupati/walikota tentang penjabaran perubahan APBD dilakukan oleh gubernur.
Paling lama
7 (tujuh) hari setelah keputusan tentang pembatalan, Kepala daerah wajib
memberhentikan pelaksanaan peraturan daerah tentang perubahan APBD dan
selanjutnya kepala daerah bersama DPRD mencabut peraturan daerah dimaksud.
Pencabutan peraturan daerah tersebut dilakukan dengan peraturan daerah tentang
pencabutan peraturan daerah tentang perubahan APBD.