PENGERTIAN PAJAK dan FUNGSI PAJAK | ekonomiakuntansiid
Dari Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas
Pajak (dari bahasa Latin taxo;
"rate") adalah iuran rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang,
sehingga dapat dipaksakan, dengan tidak mendapat balas jasa secara langsung.
Menurut Charles E.McLure, pajak adalah kewajiban finansial atau retribusi yang
dikenakan terhadap wajib pajak (orang pribadi atau Badan) oleh Negara atau
institusi yang fungsinya setara dengan negara yang digunakan untuk membiayai
berbagai macam pengeluaran publik.[1] Pajak dipungut berdasarkan norma-norma
hukum untuk menutup biaya produksi barang dan jasa kolektif untuk mencapai
kesejahteraan umum. Penolakan untuk membayar, penghindaran, atau perlawanan
terhadap pajak pada umumnya termasuk pelanggaran hukum. Pajak terdiri dari
pajak langsung atau pajak tidak langsung dan dapat dibayarkan dengan uang
ataupun kerja yang nilainya setara. Beberapa negara sama sekali tidak
mengenakan pajak, misalnya United Arab Emirates.[2] Lembaga Pemerintah yang
mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
yang merupakan salah satu direktorat jenderal yang ada di bawah naungan
Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Pendahuluan
Pieter Brueghel the Younger, The
tax collector's office, 1640
Terdapat perbedaan pada definisi
pajak secara hukum dan secara ekonomi dari pajak. Ahli ekonomi meyakini bahwa
tidak semua transfer finansial ke sektor publik dapat dikategorikan sebagai
pajak. Contohnya adalah, beberapa transfer ke sektor publik yang masih
dipengaruhi oleh harga. Hal ini misalnya, biaya kuliah pada universitas negeri
dan biaya untuk penyelenggaraan pelayanan pada pemerintah. Pemerintah juga
memperoleh sumber daya finansial dengan “menciptakan” uang (misalnya dengan
mencetak uang), melalui hiba (contohnya, kontribusi terhadap universitas dan
museum negeri), dengan menetapkan sanksi (seperti denda atas pelanggaran lalu
lintas), dengan mengambil utang,dan dengan menyita kekayaan. Dari sudut pandang
ahli ekonomi, pajak adalah transfer sumber daya non denda dari sektor swasta ke
sektor publik yang dipungut dengan dasar yang ditetapkan sebelumnya dan tanpa
menyatakan manfaat yang akan diberikan.
Dalam sistem perpajakan modern,
pemerintah memungut pajak dalam bentuk uang, tetapi pembayaran secara natura
maupun kerja atas pajak adalah karakteristik dari pajak tradisional atau
pre-kapitalis dan fungsinya setara. Sistem perpajakan dan pengeluaran
pemerintah atas pemasukan pajak menjadi topik yang sering diperdebatkan[oleh
siapa?] dalam konteks politik maupun ekonomi. Pemungutan pajak dilakukan oleh
institusi publik misalnya Direktorat Jenderal Pajak di Indonesia, Canada
Revenue Agency di Kanada, the Internal Revenue Service (IRS) di Amerika
Serikat, atau Her Majesty's Revenue and Customs (HMRC) di Inggris. Saat pajak
tidak dibayarkan, pemerintah dapat menetapkan sanksi hukum seperti denda,
penyitaan aset, dan bahkan penahanan kepada pihak yang terbukti
melakukannya.[3]
Definisi
Terdapat bermacam-macam batasan
atau definisi tentang "pajak" yang dikemukakan oleh para ahli di
antaranya adalah:
Leroy Beaulieu
Pajak adalah bantuan, baik secara langsung
maupun tidak yang dipaksakan oleh kekuasaan publik dari penduduk atau dari
barang, untuk menutup belanja pemerintah.[4]
P. J. A. Adriani
Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara
(yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali
yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan
pemerintahan.[5]
Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH
Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara
berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa
timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan
untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang
berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada
Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk
public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public investment.[6]
Ray M. Sommerfeld, Herschel M.
Anderson, dan Horace R. Brock
Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari
sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib
dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa
mendapat imbalan yang langsung dan proporsional, agar pemerintah dapat
melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan pemerintahan.[7]
Pajak dari perspektif ekonomi
dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada sektor
publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua
situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam
menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan barang dan jasa. Kedua,
bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik
yang merupakan kebutuhan masyarakat.
Sementara pemahaman pajak dari
perspektif hukum menurut Soemitro merupakan suatu perikatan yang timbul karena
adanya undang-undang yang menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara untuk
menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kepada negara, negara mempunyai
kekuatan untuk memaksa dan uang pajak tersebut harus dipergunakan untuk
penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa
pajak yang dipungut harus berdsarkan undang-undang sehingga menjamin adanya
kepastian hukum, baik bagi fiskus sebagai pengumpul pajak maupun wajib pajak
sebagai pembayar pajak.
Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU
No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan UU No. 28
Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah
"kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat
timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat''
Unsur pajak
Dari berbagai definisi yang
diberikan terhadap pajak, baik pengertian secara ekonomis (pajak sebagai
pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah) atau pengertian
secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat ditarik
kesimpulan tentang unsur-unsur yang terdapat pada pengertian pajak, antara lain
sebagai berikut:
Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Asas
ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan,
"pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur
dalam undang-undang."
Tidak mendapatkan jasa timbal
balik (kontraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung.
Misalnya, orang yang taat membayar pajak kendaraan bermotor akan melalui jalan
yang sama kualitasnya dengan orang yang tidak membayar pajak kendaraan
bermotor.
Pemungutan pajak diperuntukkan bagi
keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi
pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.
Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak
dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan
dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.
Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu
fungsi mengisi Kas Negara/Anggaran Negara yang diperlukan untuk menutup
pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat
untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan
sosial (fungsi mengatur / regulatif).
Jenis pajak
Ditinjau dari segi Lembaga
Pemungut Pajak, pajak dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu:
Pajak Negara, Sering disebut juga pajak pusat yaitu pajak yang
dipungut oleh Pemerintah Pusat yang terdiri atas:
Pajak Penghasilan, Diatur dalam UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan yang diubah terakhir kali dengan UU No. 36 Tahun 2008
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Diatur dalam UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang diubah terakhir
kali dengan UU No. 42 Tahun 2009
Bea Materai, UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai
Bea Masuk, UU No. 10 Tahun
1995 jo. UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan
Cukai, Diatur dalam UU No. 11 Tahun 1995 jo. UU No. 39 Tahun 2007
tentang Cukai
Pajak Daerah
Sesuai UU No. 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, berikut jenis-jenis Pajak Daerah:
Pajak Provinsi terdiri atas:
1.Pajak Kendaraan Bermotor;
2. Bea Balik Nama Kendaraan
Bermotor;
3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan
Bermotor;
4.Pajak Air Permukaan; dan
5.Pajak Rokok.
Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas:
Pajak Hotel;
Pajak Restoran;
Pajak Hiburan;
Pajak Reklame;
Pajak Penerangan Jalan;
Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
Pajak Parkir;
Pajak Air Tanah;
Pajak Sarang Burung Walet;
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan; dan
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Undang-undang perpajakan negara
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan stdtd Undang-Undang Nomor 16
Tahun 2009
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan stdtd Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983
tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah stdtd Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995
tentang Kepabeanan stdd Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995
tentang Cukai stdd Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007
FUNGSI PAJAK
Pajak mempunyai peranan yang
sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan
pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai
semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Uang yang dihasilkan dari
perpajakan digunakan oleh negara dan institusi di dalamnya sepanjang sejarah
untuk mengadakan berbagai macam fungsi. Beberapa fungsi tersebut antara lain
untuk pembiataan perang, penegakan hukum, keamanan atas aset, infrastruktur
ekonomi, pekerjaan publik , subsidi, dan operasional negara itu sendiri. Dana
pajak juga digunakan untuk membayar utang negara dan bunga atas utang tersebut.
Pemerintah juga menggunakan dana pajak untuk membiayai jaminan kesejahteraan
dan pelayanan publik. Pelayanan ini termasuk pendidikan, kesehatan, pensiun,
bantuan bagi yang belum mendapat pekerjaan, dan transportasi umum. Penyediaan
listrik, air, dan penanganan sampah juga menggunakan dana pajak dalam porsi
tertentu. Negara masa kolonial maupun modern juga telah menggunakan mendorong
produksi menjadi pergerakan ekonomi
Kebanyakan ahli ekonomi, terutama
neo-klasik berpendapat bahwa pajak menciptakan distorsi pasar yang
mengakibatkan pasar yang tidak efisien. Oleh karenanya, mereka mencari jenis
pajak yang dapat meminimalkan pengaruh distorsi tersebut. [8] Pemerintah
menggunakan berbagai jenis pajak dan menetapkan berbagai tarif pajak. Tindakan
ini dilakukan untuk mendistribusikan beban pajak kepada individu atau kelas
populasi yang terlibat dalam kegiatan kena pajak, seperti misalnya bisnis,atau
untuk mendistribusi ulang sumber daya di antara individu dan kelas populasi.
Pada masa lampai, kebangsawanan ditunjukkan dengan adanya pajak atas yang
miskin; sistem jaminan kesejahteraan modern bersifat sebaliknya, ditujukan
untuk membantu rakyat miskin, cacat, atau pensiun dengan memajaki rakyat yang
masih bekerja. Pajak juga digunakan untuk membiayai bantuan ke negara lain dan
ekpedisi militer, untuk mempengaruhi kondisi ekonomi makro (strategi pemerintah
dalam pelaksanaan kebijakan ini disebut kebijakan fiskal), atau untuk merubah
pola konsumsi dan tenaga kerja dalam sistem ekonomi, dengan menjadikan beberapa
jenis transaksi kurang menarik.
Sistem perpajakan nasional
merupakan refleksi dari nilai-nilai bangsa dan nilai yang dipegang oleh pihak
yang memang kekuasaan politik. Untuk menciptakan sistem perpajakan, sebuah
bangsa harus membuat pilihan terkait distribusi beban pajak – siapa yang akan
membayar pajak dan seberapa banyak mereka harus membayar – dan bagaimana pajak
yang telah dipungut kemudian dibelanjakan. Dalam sistem demokrasi dimana rakyat
memilih orang-orang yang bertanggung jawab dalam menjalankan sistem perpajakan,
pilihan rakyat menunjukkan jenis komunitas yang ingin diciptakan oleh rakyat.
Pada negara yang rakyat tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sistem
perpajakan, sistem perpajakan merupakan refleksi dari nilai-nilai dari pihak
yang berkuasa.
Setiap proses bisnis memakan
biaya administrasi saat melakukan kegiatan penciptaan penghasilan, pajak pun
mengalami hal serupa. Jumlah penerimaan pajak selalu lebih besar daripada
jumlah neto yang kemudian dapat digunakan. Selisih antara jumlah pajak yang
didapat dengan yang neto dapat digunakan disebut biaya kepatuhan (compliance
cost). Biaya ini termasuk biaya tenaga yang dikeluarkan dan biaya lain yang
muncul saat proses administrasi pajak yang mematugi hukum dan perundangan di
bidang perpajakan. Pemungutan pajak yang penggunaannya telah ditetapkan untuk
tujuan tertentu, misalnya pemajakan atas alkohol yang kemudian hasilnya
digunakan untuk membiaya pusat rehabilitasi alkohol disebut hipotekasi.
Kebijakan ini seringkali tidak dimintasi oleh Menteri Kaungan karena mengurangi
kebebasan tindakan atas pasar.
Beberapa pihak, seperti
Libertarian berpendapat bahwa segala bentuk pajak adalah tidakbermoral karena
sifatnya yang memaksa. Pandangan anti-pajak paling ekstrim adalah
anarki-kapitalisme dimana setiap pelayanan publlik harus secara suka rela
dibiayai oleh orang yang menggunakannya.
Beberapa jenis fungsi pajak
antara lain:
Fungsi anggaran (budgetair)
Sebagai sumber pendapatan negara,
pajak berfungsi untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk
menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara
membutuhkan biaya. Biaya ini dapat diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini
pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang,
pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang
dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi
pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah ini dari tahun ke tahun harus
ditingkatkan sesuai kebutuhan pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan
ini terutama diharapkan dari sektor pajak.
Fungsi mengatur (regulerend)
Pemerintah bisa mengatur
pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak
bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka
menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan
berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi
dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar
negeri.
Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah
memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas
harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain
dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak,
penggunaan pajak yang efektif dan efisien.
Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh
negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga
untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada
akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
Syarat pemungutan pajak
Tidaklah mudah untuk membebankan
pajak pada masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar
pajak. Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena
dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan
pajak harus memenuhi persyaratan yaitu:
Pemungutan pajak harus adil
Seperti halnya produk hukum pajak
pun mempunyai tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak.
Adil dalam perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya.
Contohnya:
Dengan mengatur hak dan kewajiban para
wajib pajak
Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara
yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak
Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan
secara umum sesuai dengan berat ringannya pelanggaran
Pengaturan pajak harus berdasarkan UU
Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945
yang berbunyi: "Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara
diatur dengan Undang-Undang", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu:
Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara
yang berdasarkan UU tersebut harus dijamin kelancarannya
Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk
tidak diperlakukan secara umum
Jaminan hukum akan terjaganya kerasahiaan
bagi para wajib pajak
Pungutan pajak tidak mengganggu
perekonomian
Pemungutan pajak harus diusahakan
sedemikian rupa agar tidak mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan
produksi, perdagangan, maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan
kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak,
terutama masyarakat kecil dan menengah.
Pemungutan pajak harus efesien
Biaya-biaya yang dikeluarkan
dalam rangka pemungutan pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang
diterima lebih rendah daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena
itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan.
Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam pembayaran
pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi waktu.
Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Bagaimana pajak dipungut akan
sangat menentukan keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan
memudahkan wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai
sehingga akan memberikan dapat positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan
kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak
rumit, orang akan semakin enggan membayar pajak.
Contoh:
Bea materai disederhanakan dari 167 macam
tarif menjadi 2 macam tarif
Tarif PPN yang beragam disederhanakan
menjadi hanya satu tarif, yaitu 10%
Pajak perseorangan untuk badan dan pajak
pendapatan untuk perseorangan disederhanakan menjadi pajak penghasilan (PPh)
yang berlaku bagi badan maupun perseorangan (pribadi)
Asas pemungutan
Asas pemungutan pajak menurut
pendapat para ahli
Untuk dapat mencapai tujuan dari
pemungutan pajak, beberapa ahli yang mengemukakan tentang asas pemungutan
pajak, antara lain:
Adam Smith, pencetus teori The
Four Maxims
1. Menurut Adam Smith dalam
bukunya Wealth of Nations dengan ajaran yang terkenal "The Four
Maxims", asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:
Asas Equality (asas keseimbangan dengan
kemampuan atau asas keadilan): pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara
harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh
bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.
Asas Certainty (asas kepastian hukum):
semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan
dapat dikenai sanksi hukum.
Asas Convinience of Payment (asas
pemungutan pajak yang tepat waktu atau asas kesenangan): pajak harus dipungut
pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat
wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima
hadiah.
Asas Efficiency (asas efisien atau asas
ekonomis): biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai
terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.[9]
2. Menurut W.J. Langen, asas
pemungutan pajak adalah sebagai berikut:
Asas daya pikul: besar kecilnya pajak
yang dipungut harus berdasarkan besar kecilnya penghasilan wajib pajak. Semakin
tinggi penghasilan maka semakin tinggi pajak yang dibebankan.
Asas manfaat: pajak yang dipungut oleh
negara harus digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk
kepentingan umum.
Asas kesejahteraan: pajak
yang dipungut oleh negara digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Asas kesamaan: dalam kondisi yang sama
antara wajib pajak yang satu dengan yang lain harus dikenakan pajak dalam
jumlah yang sama (diperlakukan sama).
Asas beban yang sekecil-kecilnya:
pemungutan pajak diusahakan sekecil-kecilnya (serendah-rendahnya) jika
dibandingkan dengan nilai obyek pajak sehingga tidak memberatkan para wajib
pajak.
3. Menurut Adolf Wagner, asas
pemungutan pajak adalah sebagai berikut:
Asas politik finansial: pajak yang
dipungut negara jumlahnya memadai sehingga dapat membiayai atau mendorong semua
kegiatan negara.
Asas ekonomi: penentuan obyek pajak
harus tepat, misalnya: pajak pendapatan, pajak untuk barang-barang mewah
Asas keadilan: pungutan pajak berlaku
secara umum tanpa diskriminasi, untuk kondisi yang sama diperlakukan sama pula.
Asas administrasi: menyangkut masalah
kepastian perpajakan (kapan, dimana harus membayar pajak), keluwesan penagihan
(bagaimana cara membayarnya) dan besarnya biaya pajak.
Asas yuridis: segala pungutan pajak
harus berdasarkan Undang-Undang.
Asa Pengenaan Pajak
Agar negara dapat mengenakan
pajak kepada warganya atau kepada orang pribadi atau badan lain yang bukan
warganya, tetapi mempunyai keterkaitan dengan negara tersebut, tentu saja harus
ada ketentuan-ketentuan yang mengaturnya. Sebagai contoh di Indonesia, secara
tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala
pajak untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk dapat
menyusun suatu undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar
yang akan dijadikan landasan oleh negara untuk mengenakan pajak.
Terdapat beberapa asas yang dapat
dipakai oleh negara sebagai asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan
pajak, khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan. Asas utama yang paling
sering digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah:
Asas domisili atau disebut juga asas
kependudukan (domicile/residence principle): berdasarkan asas ini negara akan
mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang
pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi
tersebut merupakan penduduk (resident) atau berdomisili di negara itu atau
apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di negara itu. Dalam kaitan ini,
tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak itu berasal.
Itulah sebabnya bagi negara yang menganut asas ini, dalam sistem pengenaan
pajak terhadap penduduk-nya akan menggabungkan asas domisili (kependudukan)
dengan konsep pengenaan pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara
itu maupun penghasilan yang diperoleh di luar negeri (world-wide income
concept).
Asas sumber: Negara yang menganut asas
sumber akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau
diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila penghasilan yang akan
dikenakan pajak itu diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan yang
bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara itu. Dalam asas ini,
tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari orang atau badan
yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang menjadi landasan penge¬naan
pajak adalah objek pajak yang timbul atau berasal dari negara itu. Contoh:
Tenaga kerja asing bekerja di Indonesia maka dari penghasilan yang didapat di
Indonesia akan dikenakan pajak oleh pemerintah Indonesia.
Asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau
disebut juga asas kewarganegaraan (nationality/citizenship principle): Dalam
asas ini, yang menjadi landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan
dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan. Berdasarkan asas ini,
tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan yang akan dikenakan pajak
berasal. Seperti halnya dalam asas domisili, sistem pengenaan pajak berdasarkan
asas nasionalitas ini dilakukan dengan cara menggabungkan asas nasionalitas
dengan konsep pengenaan pajak atas world wide income.
Terdapat beberapa perbedaan prinsipil
antara asas domisili atau kependudukan dan asas nasionalitas atau
kewarganegaraan di satu pihak, dengan asas sumber di pihak lainnya. Pertama,
pada kedua asas yang disebut pertama, kriteria yang dijadikan landasan
kewenangan negara untuk mengenakan pajak adalah status subjek yang akan
dikenakan pajak, yaitu apakah yang bersangkutan berstatus sebagai penduduk atau
berdomisili (dalam asas domisili) atau berstatus sebagai warga negara (dalam
asas nasionalitas). Di sini, asal muasal penghasilan yang menjadi objek pajak
tidaklah begitu penting. Sementara itu, pada asas sumber, yang menjadi
landasannya adalah status objeknya, yaitu apakah objek yang akan dikenakan
pajak bersumber dari negara itu atau tidak. Status dari orang atau badan yang
memperoleh atau menerima penghasilan tidak begitu penting. Kedua, pada kedua
asas yang disebut pertama, pajak akan dikenakan terhadap penghasilan yang
diperoleh di mana saja (world-wide income), sedangkan pada asas sumber,
penghasilan yang dapat dikenakan pajak hanya terbatas pada
penghasilan-penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber yang ada di negara
yang bersangkutan.
Kebanyakan negara, tidak hanya
mengadopsi salah satu asas saja, tetapi mengadopsi lebih dari satu asas, bisa
gabungan asas domisili dengan asas sumber, gabungan asas nasionalitas dengan
asas sumber, bahkan bisa gabungan ketiganya sekaligus.
Indonesia, dari ketentuan-ketentuan
yang dimuat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994, khususnya yang mengatur
mengenai subjek pajak dan objek pajak, dapat disimpulkan bahwa Indonesia
menganut asas domisili dan asas sumber sekaligus dalam sistem perpajakannya.
Indonesia juga menganut asas kewarganegaraan yang parsial, yaitu khusus dalam
ketentuan yang mengatur mengenai pengecualian subjek pajak untuk orang pribadi.
Jepang, misalnya untuk individu yang
merupakan penduduk (resident individual) menggunakan asas domisili, di mana
berdasarkan asas ini seorang penduduk Jepang berkewajiban membayar pajak
penghasilan atas keseluruhan penghasilan yang diperolehnya, baik yang diperoleh
di Jepang maupun di luar Jepang. Sementara itu, untuk yang bukan penduduk
(non-resident) Jepang, dan badan-badan usaha luar negeri berkewajiban untuk
membayar pajak penghasilan atas setiap penghasilan yang diperoleh dari
sumber-sumber di Jepang.
Australia, untuk semua badan usaha
milik negara maupun swasta yang berkedudukan di Australia, dikenakan pajak atas
seluruh penghasilan yang diperoleh dari seluruh sumber penghasilan. Sementara
itu, untuk badan usaha luar negeri, hanya dikenakan pajak atas penghasilan dari
sumber yang ada di Australia.
Teori pemungutan
Menurut R. Santoso Brotodiharjo
SH, dalam bukunya Pengantar Ilmu Hukum Pajak, ada beberapa teori yang mendasari
adanya pemungutan pajak, yaitu:
Teori asuransi, menurut teori ini, negara
mempunyai tugas untuk melindungi warganya dari segala kepentingannya baik
keselamatan jiwanya maupun keselamatan harta bendanya. Untuk perlindungan
tersebut diperlukan biaya seperti layaknya dalam perjanjian asuransi diperlukan
adanya pembayaran premi. Pembayaran pajak ini dianggap sebagai pembayaran premi
kepada negara. Teori ini banyak ditentang karena negara tidak boleh disamakan
dengan perusahaan asuransi.
Teori kepentingan, menurut teori ini, dasar
pemungutan pajak adalah adanya kepentingan dari masing-masing warga negara.
Termasuk kepentingan dalam perlindungan jiwa dan harta. Semakin tinggi tingkat
kepentingan perlindungan, maka semakin tinggi pula pajak yang harus dibayarkan.
Teori ini banyak ditentang, karena pada kenyataannya bahwa tingkat kepentingan
perlindungan orang miskin lebih tinggi daripada orang kaya. Ada perlindungan
jaminan sosial, kesehatan, dan lain-lain. Bahkan orang miskin justru dibebaskan
dari beban pajak.
Penerimaan pajak di Indonesia
Penerimaan pajak tahun 2012
adalah 835,25 Triliun, dibandingkan dengan realisasi Tahun 2011 maka realisasi
penerimaan perpajakan tahun 2012 naik sebesar 92,53 Trilyun atau mengalami
pertumbuhan sebesar 12, 47 %. Pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan dengan
pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2012 sebesar 10,87%. Realisasi
penerimaan pajak 2012 per jenis pajak :
Pajak Penghasilan (PPh) Rp464,66 triliun
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM) Rp336,05 triliun
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Rp28,96
triliun
Rencana penerimaan pajak Tahun
2013 adalah sebesar Rp1.042,32 triliun atau tumbuh 24,79% dibandingkan dengan
realisasi penerimaan tahun 2012. Penerimaan tersebut memberikan kontribusi
sebesar 68,14% dari rencana anggaran Pendapatan Negara Tahun 2013 sebesar
Rp1.529,67 triliun.
Pendapatan pajak itu belum
termasuk pendapatan cukai, bea masuk, dan pendapatan pungutan ekspor.
Pajak
Berdasarkan wujudnya, pajak dibedakan
menjadi:
Pajak langsung adalah pajak yang dibebankan
secara langsung kepada wajib pajak seperti pajak pendapatan, pajak kekayaan.
Pajak tidak langsung adalah pajak/pungutan
wajib yang harus dibayarkan sebagai sumbangan wajib kepada negara yang secara
tidak langsung dikenakan kepada wajib pajak seperti cukai rokok dan sebagainya.
Berdasarkan jumlah yang harus dibayarkan,
pajak dibedakan menjadi:
Pajak pendapatan adalah pajak yang
dikenakan atas pendapatan tahunan dan laba dari usaha seseorang, perseroan terbatas/unit
lain.
Pajak penjualan adalah pajak yang
dibayarkan pada waktu terjadinya penjualan barang/jasa yang dikenakan kepada
pembeli.
Pajak badan usaha adalah pajak yang
dikenakan kepada badan usaha seperti perusahaan bank dan sebagainya.
Laba usaha yang diterima oleh
badan usaha maupun perorangan itulah yang akan dikenai PPh. Namun, bagi Wajib
Pajak perorangan, sebelum laba dikenakan pajak terlebih dahulu dikurangkan
dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang besarnya ditetapkan dan bergantung
pada jumlah tanggungan keluarganya. Sebenarnya, pihak yang memiliki sebuah
usaha berbentuk badan adalah juga perorangan sebagai investor. Hasil yang akan
diterima oleh investor sebagai pemilik usaha merupakan penghasilan kembali yang
merupakan Objek PPh bagi perorangan. Namun karena prinsip usaha adalah “going
concern” maka keuntungan dari sebuah badan usaha tidak selalu langsung
dinikmati oleh investor (pemilik) tetapi dapat ditanamkan kembali untuk
memperbesar usaha. Sehingga penghasilan yang diterima oleh perorangan atas
investasinya di badan usaha bisa ditunda sampai keuntungan tersebut dibagikan
ke perorangan.
Pajak berdasarkan pungutannya dapat
dibedakan menjadi:
Pajak bumi dan bangunan (PBB) adalah
pajak/pungutan yang dikumpulkan oleh pemerintah pusat terhadap tanah dan
bangunan kemudian didistrubusiakan kepada daerah otonom sebagai pendapatan
daerah sendiri.
Pajak perseroan adalah pungutan wajib atas
laba perseroan/badan usaha lain yang modalnya/bagiannya terbagi atas saham–saham.
Pajak siluman adalah pungutan secara tidak
resmi/pajak gelap dan merupakan sumber korupsi.
Pajak transit adalah pajak yang dipungut di
tempat tertentu yang harus dilalui oleh pengangkutan orang/barang dari suatu
tempat ke tempat lain.
Referensi
^ Charles E. McLure, Jr.
"Taxation". Britannica. Diakses tanggal 3 March 2015.
^ "2013-2014 The worldwide personal
tax guide United Arab Emirates". Ernst & Young. Diakses tanggal 3
March 2015.
^ See for example 26 U.S.C. § 7203 in the
case of U.S. Federal taxes.
^ Leroy-Beaulieu, Paul (1899). Traite de la
Science des Finances (dalam Perancis) 1. Paris: Guillaumin et cie.
^ Adriani, P.J.A (1949). Het
belastingrecht: zijn grondslagen en ontwikkeling (dalam Belanda). Amsterdam:
Veen.
^ Soemitro, Rochmat (1988). Pengantar
Singkat Hukum Pajak. Bandung: Eresco. ISBN 979-8020-23-5.
^ Sommerfeld, Ray M.; Anderson, Herschel
M.; Brock, Horace R. (15 Agustus 1972). An Introduction to Taxation [Pengantar
Perpajakan] (dalam Inggris). Forth Worth: Harcourt College Publishers. ISBN
9780155463035.
^ Simkovic, Michael. "Distortionary
Taxation of Human Capital Acquisition Costs". Social Science Research
Network.
^ Smith, Adam (1776). An Inquiry into the
Nature and Causes of the Wealth of Nations (dalam Inggris). London.
Pranala luar
Wikisumber
memiliki naskah sumber yang berkaitan dengan artikel ini:
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan