SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU EKONOMI |
A.Ilmu
Ekonomi| Ilmu
ekonomi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mengkaji bagaimana cara
manusia untuk berusaha menuju pemenuhan seluruh kebutuhan hidupnya. Hanya saja masih sangat sederhana. Sejak tahun
1776, yaitu setelah Adam Smith (seorang pemikir dan ahli ekonomi Inggris)
menerbitkan bukunya yang berjudul “An
Inquiry into the Nature and causes of the Wealth of Nations”. Mulai
mengalami perkembangan dengan muncul beberapa pemikiran, hingga kini masih
mendapat perhatian dalam pemikiran ahli-ahli ekonomi. Sehingga Adam Smith dianggap sebagai “Bapak Ilmu Ekonomi.
Sebagai salah satu cabang ilmu
pengetahuan yang besar dan luas, ilmu ekonomi diberi gelar sebagai the oldest art, and the newses science, yang jika diterjemahkan, ekonomi
merupakan seni yang tertua dan ilmu pengetahuan yang termuda. Masalah-masalah
ekonomi lahir serentak dengan terbitnya matahari kemanusian puluhan ribu tahun
silam. Tidak ada satu cabang ilmu pun yang lebih tua atau lebih dahulu
daripadanya. Mungkin saja ada orang yang beranggapan bahwa ilmu kedokteran yang
lebih tua, itu kurang benar sebab ilmu (atau lebih baik disebut dengan “seni”
saja dan bukan ilmu, sebab di zaman yang paling awal dari sejarah kemanusiaan
itu belum ada ilmu yang memiliki sistematika, disiplin, serta
keharusan-keharusan ilmiah yang lain) kedokteran timbul sesudah orang merasa
sakit dan ingin sembuh dari sakitnya itu. Lain halnya dengan ekonomi, yang
dirasakan perlunya sejak Nabi Adam AS diturunkan ke bumi bersama Hawa.
Kebutuhan mereka akan makanan, pakaian dan tempat tinggal, telah memaksa mereka
untuk bergumul dan bergaul dengan masalah-masalah ekonomi.
Hal ini
akan tampak kian jelas jika kita ikuti pendapat Georg Friedrich List
(1789-1846), seorang ahli ekonomi bangsa Jerman, yang membagi tahap-tahap
kehidupan ekonomi manusia diantaranya(1) Perburuan
dan perikanan (2)
Peternakan
(3) Pertanian(4) Pertanian
dan kerajinan setempat (5).
Pertanian,
industri, perniagaan internasional.
Pembagian List ini memberikan kesan
kepada kita bahwa masalah-masalah ekonomi telah dilakukan oleh manusia pertama di
bumi, sesuai dengan perkembangan zamannya sperti dalam bentuk perburuan dan perikanan.
Pada saat awal-awal kehidupan
manusia, istilah ekonomi tentu saja belum ada. Akan tetapi masalah-masalah yang
dihadapi manusia-manusia penghuni bumi yang pertama adalah masalah-masalah yang
di zaman modern disebut sebagai masalah ekonomi.
Ekonomi sebagaimana kedokteran dan
lain-lain, saat itu belum berfungsi sebagai ilmu. Yang ada barulah “seni”
ekonomi, yaitu seni mencukupi kebutuhan, seni melengkapi alat-alat berburu dan
menangkap ikan (yang saat ini dikenal sebagai melengkapi alat-alat modal), seni
penyisihan sebagian makanan untuk dimakan di lain saat nanti (yang saat ini
disebut sebagai kegiatan menabung atau saving)
dan lain-lain.
Peristiwa pertama yang menandai akan
lahirnya ilmu baru yang bernama ilmu ekonomi adalah munculnya istilah ekonomi
itu sendiri. Itu terjadi ribuan tahun yang lalu, beratus-ratus tahun sebelum
kelahiran Nabi Isa AS. Entah pada zaman apa, masa pemerintahan raja siapa serta
oleh siapakah istilah ekonomi itu untuk pertama kalinya dilontarkan, tidak ada
orang yang mengetahuinya secara pasti. Yang jelas, istilah ekonomi itu lahir di
Yunani, dan dengan sendirinya istilah ekonomi itupun berasal dari kata-kata
Yunani pula. Asal katanya adalah Oikos
Nomos. Betapa sulitnya mencari terjemahan yang tepat untuk kata-kata itu,
tetapi orang-orang barat menerjemahkannya dengan management of household or estate (tata laksana rumah tangga atau
pemilikan).
Pada saat itu, Yunani adalah negara
yang besar dan memiliki kebudayaan yang tinggi. Hampir setiap generasi Yunani
kuno berhasil mencetak dan memiliki berpuluh-puluh filosof besar, yang semuanya
menjadi penyumbang bagi terbentuknya bangunan Ilmu Pengetahuan kita saat ini.
Diantara nama filosof besar tersebut
terdapatlah nama Aristoteles (384-322 SM), yang merupakan murid dari Plato dan
cucu murid Socrates. Aristoteles adalah ahli matematika, ilmu pasti dan alam,
sekaligus seorang sosiolog dan psikolog, bahkan lebih dari semua itu, ia adalah
seorang ulama yang paham benar akan agama, moral dan etika. Ia adalah guru bagi
Iskandar Zulkarnain yang agung dan Macedonia.
Selama hidupnya, Aristoteles telah
menulis banyak sekali buku tentang segala yang dirasa, dilihat dan
dipikirkannya. Berkat ia juga, Oikos
Nomos tidak berhenti berkembang. Diantara buku-bukunya yang paling banyak
memuat uraian tentang ekonomi adalah buku yang berjudul Politika dan Etika
Nicomachea. Diantara topik-topik yang diuraikannya di dalam kedua buku itu,
terdapatlah dasar-dasar teori nilai dan pertukaran, pembagian kerja, serta
teori tentang uang, suku bunga dan riba. Namun, karena ia hanyalah hasil
didikan sebuah desa kecil serta berhubungan hanya dengan masalah-masalah ekonomi
yang dilihat di sekitarnya saja, maka sering kali ia membuat penyerdanaan yang
berlebih-lebihan dan generalisasi. Walaupun demikian, ia memahami benar akan
lika-liku serta pentingya arti perdagangan, perniagaan, serta diperlukannya
uang sebagai salah satu jenis perantara atau alat tukar-menukar, dan suatu standar (untuk ukuran dan nilai) yang
disepakati dunia.
Satu di antara sumbangan terbesar
Aristoteles adalah uraiannya tentang teori nilai. “Pada setiap barang yang kita
miliki”, tulisnya, “terdapat dua manfaat atau dua penggunaan, yang keduanya
dimiliki oleh barang itu sekalipun tidak dalam bentuk yang sama, yang satu
adalah penggunaan yang sesuai (proper) sedang
yang lainnya adalah penggunaan yang kurang sesuai (improper) atau penggunaan kedua (secondary) bagi barang itu. Misalnya Sepatu, dapat dipergunakan
untuk dipakai maupun dipertukarkan dengan barang lain. Keduany merupakan
penggunaan sepatu itu”. Berdasarkan tulisan itu, Aristoteles menyatakan bahwa
setiap barang tertentu mempunyai nilai pakai dan nilai tukar, atau nilai
subyektif dan nilai obyektif seperti yang kita sebut sekarang. “Adapun nilai
pakai (ulility value) biasa disebut
dengan sebutan guna (utility) saja,
sedangkan nilai tukar (exchange value) itu
disebut dengan sebutan nilai (value) saja.
Para ahli ekonomi zaman sekarang memberi gelar Aristoteles sebagai The “First” Economist, Ahli Ekonomi
“Pertama”.
Sejak zaman Aristoteles itu, ekonomi
masih harus melewati masa yang amat panjamg untuk sampai kepada bebtuknya
sekarang. Pada zaman di sekitar abad pertengahan, sebelum zaman Renaissance (kebangkitan), kaum pedagang pernah dianggap pedagang
dan pencuri, hanya karena mereka mengambil laba dari usahanya. Di saat itu,
tidak sedikit peraturan dibuat orang untuk mengecam pembungahan uang. Alasan
pokok untuk keperluan itu adalah ayat-ayat Bibel keluaran 22:25, Imanat Orang
Lewi 25:36, Ulangan 23: 19-20, Mazmur 15:5, Yehezkiel sebagai tokoh ekonomi,
St. Thomas Aquinas (1225-1274), pernah menyatakan bahwa waktu adalah milik
Tuhan sehingga tidak boleh atau jangan dijual dengan uang.
Larangan pembungaan uang dan sistem
bunga menjadi salah satu pilar ekonomi dalam pandangan agama. Beberapa ayat
bibel yang menyatakan haramnya bunga seperti tersebut dapat dibaca oleh
siapapun juga hingga hari ini. Selanjutnta nabi yang menjadi penerus Nabi Isa
AS, yakni Nabi Muhammad SAW., memperbaharui semangat anti riba itu dengan
larangan dan ancaman yang tegas. Al-Quran menyatakan haramnya riba itu secara
tegas antara lain di Surah Al-Baqarah ayat 275. Bagian akhir dari ayat itu
menyatakan: Barangsiapa yang kembali
mengambil riba sesudah ini, maka mereka itu adalah penghuni neraka; mreka kekal
di dalamnya. Nabi Muhammad SAW. menyatakan bahwa ada empat orang yang mendapat
dosa karena riba, yakni pemakannya, pemberinya, penulis (kontrak)-nya, dan
saksinya. Di lain kesempatan, beliau bersabda bahwa riba itu memiliki tujuh
puluh tiga pintu (dosa); yang paling ringan diantaranya adalah sama dengan
(dosa) seorang lelaki menyetubuhi ibu kandungnya sendiri.
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa semua agama samawi (Yahudi, Kristen, dan Islam) ternyata
sepakat mengharamkan bunga dan memandang pembungaaan uang sebagai perbuatan
haram yang dikutuk sekeras-kerasnya.
Sesudah itu, ekonomi masih terus
menghadapi badai dan gelombang yang timbul sebagai akibat pertentangan pendapat
diantara para pemikir ekonomi. Hal ini diterangkan secara gamblang di dalam
mata pelajaran sejarah perekonomian.
Lalu sampailah ekonomi pada
bentuknya yang sekarang ini. Sekalipun masih terdapat perselisihan pendapat
serta perselisihan faham. Dalam pandangan diantara para ahli maupun diantara
bangsa-bangsa. Namun terdapat perbedaan, dahulu semua perselisihan itu bersifat
“mencari bentuk” ekonomi yang sesungguhnya. Sedangkan sekarang perbedaan
pendapat lebih berbentuk “bagaimana melayarkan bahtera perekonomian menuju
tujuan, baik tujuan perorangan maupun bangsa”. Dahulu, benturan-benturan yang
terjadi di antara para ahli ekonomi adalah benturan-benturan paham, sedangkan
sekarang benturan-benturan itu justru lebih merupakan benturan-benturan
kepentingan.
B.
Aliran Pemikir Ekonomi
1.
Aliran Merkantilis/Madzab
Merkantilis.
Merkantilisme berasal dari bahasa
latin mercece yang berarti jual beli,
atau bahasa Inggris merchant yang
artinya adalah saudagar. Paham ini tumbuh subur di zaman kekuasaan raja-raja
abad pertengahan. Tokoh utama madzab ini adalah Jean Baptiste Colbert, yang
juga merupakan menteri keuangan raja Lodewijk XIV.
Pemikiran kaum merkantilis adalah:
untuk meningkatkan kekayaan negara, maka negara harus menjual (mengekspor)
lebih banyak daripada membeli (mengimpor), serta banyak mendatangkan logam
mulia seperti emas dan perak ke dalam negeri. Seorang merkantilis adalah
seorang penganut paham bahwa suatu sistem perekonomian yang terbaik adalah
suatu sistem dimana negara harus melakukan campur tangan seluas-luasnya
terhadap dunia usaha dan perdagangan luar negeri. Terhadap pertanyaan, “apakah
sumber kekayaan negara itu ?” kaum merkantilis menjawab: commerce (perdagangan).
2.
Aliran Fisiokrat.
Fisiokrat berakar dari kata-kata
Yunani fisos yang berarti alam, dan kratos yang memiliki arti kekuasaan.
Sehingga fisiokratisme berpendirian bahwa alamlah penguasa kekayaan atau dari
alam bersumber kekayaan. Pemuka aliran ini adalah Francois Quesnay, dokter
pribadi Lodewijk XIV. Ia menolak anggapan kaum merkantilis bahwa kekayaan
negara berpusat pada industri dan perdagangan.
Quesnay sendiri meletakkan dasar
ajarannya pada dua hal pokok. Pertama, kontrol
atau pengendalian atas perdagangan luar negeri dan industri (seperti pada zaman
merkantilisme) justru akan menghambat perkembangan ekonomi. Kedua, semua pajak harus ditanggung
oleh pemilik tanah (Quesnay membedakan antara pemilik tanah dengan petani),
sebab kehidupan mereka yang mewah telah menjadi salah satu sebab terhambatnya
arus pendapatan di kalangan rakyat. Pendapat Quesnay secara keseluruhan
berpangkal atas dua anggapan pokok. Pertama,
ia percaya semua kekayaan datangnya dari proses yang memberikan kehidupan
yang telah diciptakan oleh Tuhan. Kedua, kebebasan
ekonomi akan menciptakan masyarakat yang makmur dan teratur. Kaum fisiokrat
sepakat pada suatu ide dasar, bahwa kekayaan datang dari tanah. Hanya tanahlah
yang mempunyai kekuatan pemberi kehidupan yang berasal dari Tuhan.
3.
Aliran Klasik.
Tokoh dari aliran ini adalah Adam
Smith. Menurut Adam Smith, kekayaan datang bukan dari perdagangan dan tanah
seperti kata orang-orang merkantilis dan fisiokrat, tetapi dari kerja manusia,
dan karena kerja manusialah terdapat perdagangan dan pertanian. Setiap individu
berusaha untuk menggunakan modalnya sehingga diperoleh hasil yang
setinggi-tingginya. Dia pada umumnya tidaklah bermaksud untuk menunjang
kepentingan umum dengan perbuatannya itu, dan tidak pula ia tahu sampai
seberapa jauhkah penunjangnya itu. Ia berbuat itu hanya untuk kepentingannya
sendiri, hanya untuk keberuntungannya sendiri. Dan dalam hal ini ia dibimbing
oleh suatu “tangan gaib” untuk mencapai sesuatu yang menjadi tujuan utamanya. Dengan
mengejar kepentingan pribadinya seperti itu, ia akan mendorong kemajuan
masyarakat dengan dorongan yang seringkali bahkan lebih efektif daripada kalau
ia memang sengaja melakukannya.
Dahulu, di zaman pemerintahan
Lodewijk XIV, Colbert pernah bertanya kepada seorang industriawan yang bernama
Legendre: “apakah yang sebaiknya dilakukan oleh pemerintah bagi kebaikan dunia
usaha (business) ?”, Legendre
menjawab singkat, “laizzes nous faire (tinggalkan
kami sendiri−leave us alone)”. Akan tetapi, Colbert hanya mencibir
bibir saja mendengarkan jawaban Legendre itu. Hanya Adam Smith yang
mendengarkan jawaban itu, sesudah berlalu puluhan tahun. Istilah itu yang
kemudian disingkat menjadi laizzes faire lalu
menjadi pedoman pokok kaum liberal (pengikut faham Adam Smith), serta menjdi
motto kaum kapitalis.
Selain The Theory of Invisible Hand, topik lain yang dibahas Smith dalam
bukunya The Wealth of Nations antara
lain tentang kerja sebagai sumber kekayaan; nilai dan penetapan harga; teori
pembagian pendapatan yang mencakup sewa, upah dan laba; akumulasi modal dan
dasar-dasar ilmu negara.
Selain Smith, tokoh-tokoh madzab
klasik antara lain: Thomas Robert Malthus (1766-1834) yang digelari bapak ilmu
penduduk, Jean Baptiste Say (1767-1832) yang terkenal karena hukum pasarnya,
David Richardo (1772-1823) yang terkenal karena hukum hasil yang semakin
menurun (law of diminishing of return), dan
lain-lain.
Dalam pandangan David Richardo,
dalam usaha membangun ekonomi itu kepentingan rakyat banyak harus
dinomorsatukan sebab mereka itulah yang akan menikmati hasil kemajuan
pembangunan ekonomi itu. Di lain pihak, Malthus berpandangan bahwa kaum pemilik
modal adalah tokoh sentral dalam pembangunan ekonomi itu. Jika para pemodal (kaum
kapitalis) ini dibebaskan berusaha, usaha itu akan dengan sendirinya memberi
manfaat kepada masyarakatdi sekitarnya. Misalnya, ika sebuah pabrik didirikan,
demikian jalan berfikir Malthus, pabrik itu akan mengambil penduduk sekitarnya
sebagai tenaga kerja, akan dibangun pula jalan, didirikannya sekolah, masjid,
rumah sakit, dan sebagainya. Semakin besar pabrik atau perusahaan itu, maka
semakin makmur pula penduduk sekitarnya. Jika semua perusahaan dibiarkan maju,
maka secara keseluruhan penduduk akan mendapatkan manfaatnya. Dan makmurlah
seluruh negeri.
Akan tetapi, ekonomi liberal yang
diperkenalkan Smith ini ternyata membawa bencana. Setelah dijalankan di Amerika
Serikat, perekononian jatuh ke tingkat serendah-rendahnya karena para kapitalis
yang telah demikian makmurnya masih juga ingin bertambah makmur, dan inilah
yang dikenal sebagai zaman malaise atau
depresi besar. Dan pada kenyataannya, aliran liberalisme amat memanjakan kaum
kapitalis.
4.
Aliran Keynesian
Hal penting yang diperkenalkan
Keynes dalam bukunya yang berjudul The
General Theory of Employment, Interest, and Money (1936) adalah tentang
kebijakan ekonomi pemerintah yang dikenal dengan kebijakan fiskal. Kata Keynes,
untuk mendorong ekonomi yang ambruk, pemerintah harus turun tangan dengan cara
melakukan pengeluaran besar-besaran guna membuka usaha sehingga dapat
menciptakan lapangan kerja baru. Menurut Keynes, hanya dengan cara ini
perekonomian yang dilanda depresi bisa dipulihkan. Para ahli ekonomi zaman
sekarang menyebut aliran ini adalah aliran kapitalisme.
5.
Aliran Marxisme/Komunisme
Tokoh-tokoh dari aliran ini adalah
Karl Heinrich Marx, seorang pendeta Nasrani dari Jerman dan Frederick Engels.
Marx sangat merasa rihatin dengan penderitaan rakyat akibat keganasan kaum kapitalis. Pemikiran Marx, karena
semakin banyaknya kekacauan yang disebabkan merajalelanya kaum borjuis
(kapitalis), alangkah baiknya jika bisa dibangun sebuah masyarakat tanpa kelas,
di mana semua orang adalah proletar (masyarakat kebanyakan), dan seluruh
kekuasaan ekonomi ada di tangan mereka.
Ide Marx dituangkan dalam buku yang
berjudul Das Kapital (Modal) yang
terbit tahun 1917. Dalam buku ini dinyatakan bahwa negara harus diperintah oleh
rakyat dan berbentuk diktator ploretariat. Pemerintahan oleh rakyat inilah yang
memegang seluruh kekuasaan. Pemerintah hanya melaksanakan pemerintahan atas
nama kaum proletar.
6.
Aliran Neoklasik
Aliran ini berpendapat bahwa jika
terjadi masalah dalam perekonomian, biar perekonomian itu sendiri yang memperbaikinya.
Dengan kata lain, kebijakan fiskal yang diperkenalkan oleh Keynes itu tetap
mereka nyatakan haram karena mengizinkan campur tangan pemerintah dalam
perekonomian. Sebagai gantinya, mereka mengusulkan dipakainya kebijakan
moneter. Dengan kebijakan moneter ini, mereka mengusulkan agar jika timbul
masalah ekonomi maka cukuplah diadakan penyesuaian-penyesuaian di bidang
moneter saja. Seperti, seperti menyesuaikan jumlah uang yang beredar dan
menetapkan suku bunga. Paham neoklasik ini sering disebut sebagai paham
moneterisme.
C.
Ekonomi sebagai Ilmu
Ilmu pengetahuan dapat diibaratkan
seperti pohon yang sangat besar dan memiliki ranting-ranting yang banyak
sehingga rantingnya menutup sudut-sudut cakrawala serta tingginya mencapai
awan. Akan tetapi, sejak muncul di tanah pohon itu telah berwujud dua batang
pokok. Kedua batang itu adalah ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan
sosial.
Dari segi lain, ilmu itu dibagi dua.
Yaitu ilmu murni dan ilmu terapan. Ilmu murni bertugas untuk menyempurnakan dan
menjaga kelangsungan hidup serta pengembangan ilmu itu sendiri. Sedangkan ilmu
terapan gunanya adalah untuk diterapkan di dalam hidup dan kehidupan manusia
sehari-hari. Ilmu ekonomi, misalnya, yang bagian-bagiannya bernama ilmu ekonomi
murni atau Economic Theory dan ilmu
ekonomi terapan.
Ilmu ekonomi termasuk dalam ilmu
sosial. Ilmu sosial adalah ilmu tentang manusia serta masyarakat yang
sekelompok manusia hidup di dalamnya. Dengan demikian, jelaslah bahwa subyek
ilmu ekonomi itu ada dua. Pertama adalah manusia itu sendiri, dan kedua adalah
badan-badan yang terlibat di dalam kegiatan perekonomian. Misalnya toko,
perusahaan, departemen keuangan, lembaga konsumen, dan lain-lain. Semuanya itu
adalah subyek ilmu ekonomi. Adapun obyek ilmu ekonomi adalah cara-cara serta
tindakan-tindakan yang ditempuh oleh manusia di dalam mengalokasikan
sumber-sumber yang ada.
Seorang ahli ekonomi berkebangsaan
Amerika Serikat yang bernama Leonard Silk pernah menyatakan dalam bukunya
sebagai berikut.
“Ilmu ekonomi adalah suatu studi
tentang kekayaan dan merupakan suatu bagian yang penting daripada studi tentang
manusia. Hal ini disebabkan karena sifat manusia yang telah dibentuk oleh
kerjanya sehari-hari, serta sumber-sumber material yang mereka dapatkan
daripadanya. Secara umum bisa dikatakan bahwa ilmu ekonomi berbicara tentang
tingkah laku serta nilai-nilai perseorangan maupun masyarakat. Anda tidak akan dapat memahami keadaan
masyarakat anda tanpa memiliki bekal pengetahuan, walaupun hanya sekadar saja,
tentang ilmu ekonomi.”
Ilmu ekonomi adalah ilmu sosial,
ilmu tentang masyarakat yang berlaku untuk sebuah “masyarakat seorang” dan
untuk masyarakat banyak orang, dan bahkan masyarakat negara atau masyarakat
dunia. Justru di sinilah kelebihan ilmu ekonomi dari ilmu-ilmu yang lain sebab
ilmu yang lain itu akan segera “mati” (selain ilmu ketabiban barangkali)
apabila diterapkan pada “masyarakat seorang”.
Lebih dari itu, ilmu ekonomi
mendapat julukan sebagai The Queen of
Social Sciences, Maharaninya ilmu-ilmu sosial. Sebab, ilmu ekonomi adalah
satu diantara ilmu-ilmu sosial yang pertama sekali menggunakan metode
kuantitatif di dalam analisis-analisisnya, dan hingga sekarang ini merupakan
ilmu yang paling banyak memakai teknik-teknik matematika dan statistika di
kalangan ilmu sosial. Kuantitas itu sendiri artinya adalah jumlah atau
banyaknya. Di dalam ilmu ekonomi, hampir semua masalahnya dapat dinyatakan
secara kuantitatif, misalnya kuantitas padi hasil panen tahun ini di suatu
daerah, kuantitas rupiah yang dibelanjakan oleh suatu keluarga untuk konsumsi,
volume minyak yang dihasilkan dari suatu pengeboran di suatu daerah, pendapatan
per kapita penduduk, dsb. Karena kebanyakan masalah ekonomi dapat dinyatakan
secara kuantitatif seperti itulah, para ahli serta pemikir ekonomi dapat mempergunakan
metode kuantitatif di dalam analisis-analisis mereka.
Selain metode kuantitatif,
terdapatlah metode kualitalif. Sebuah contoh sederhana menggunakan analisis
yang bersifat kualitatif: “kalau harga naik, jumlah suatu barang yang dibeli
masyarakat akan berkurang,” sedangkan sebuah analisis kuantitatif daat
menyatakan: ”kalau harga naik sekian rupiah, maka setelah memerhatikan data
informatif yang diperoleh serta kemudian memperhitungkannya dengan cermat,
jumlah barang yang dibeli masyarakat akan berkurang sebanyak sekian.”
Menurut Quetelet, “taraf
kesempurnaan yang dapat dicapai oleh suatu ilmu dapat diukur melalui tingkat
perhitungan ilmiah yang dapat dilakukan di dalam ilmu tersebut,” dan
“perhitungan ilmiah” dapatlah diartikan sebagai analisis kuantitatif. Dalam
ilmu-ilmu sosial yang lain, pengertian serta besaran-besaran yang dipersoalkan
sering kali tidak dapat dinyatakan secara kuantitatif sehingga seringkali pula
tidak dapat dianalisis dengan memakai metode-metode matematika dan statistika.
Akan tetapi, bukan berarti ilmu ekonomi adalah ilmu yang ;aling penting, paling
berguna dan paling hebat. Sebab tidak ada satu ilmu pun yang memiliki sifat
demikian. Semua ilmu itu sama pentingnya dalam mewujudkan kebenaran dan
kesejahteraan umat manusia.
Terkait dengan hal itu, ilmu ekonomi
memang mempunyai dua macam alat utama untuk analisis-analisisnya. Kedua alat
itu adalah:
1) Metode
induksi dan metode deduksi. Metode induksi adalah suatu metode penyidikan di
mana dari hal-hal khusus disimpulkan menjadi hal-hal yang bersifat umum.
Sedangkan metode deduksi sebaliknya.
2) Matematika
dan statistika. Dengan matematika (khususnya metematika ekonomi) orang
merumuskan fungsi-fungsi yang berlaku diantara peubah-peubah (variabel-variabel)
ekonomi. Adapun statistik memiliki sifat yang hampir berbalikan dengan
matematika. Statistika dilaksanakan dengan mengumpulkan data yang diperoleh
dari dunia nyata. Setelah data terkumpul, maka dengan menggunakan cara-cara
yang terdapat di dalam statistika dan berdasar pada teori ekonomi, ditariklah
kesimpulan yang berlaku umum tentang kenyataan yang terdapat di dalam
masyarakat yang diselidiki itu. Dengan begitu, statistika erat hubungannya
dengan teori ekonomi terapan.
D.
Pentingnya Ilmu Ekonomi
Banyak sekali orang yang mencoba
untuk mencari jawaban atas pertanyaan Why
Study Economics ? setiap orang mempunyai alasannya masing-masing. Akan
tetapi, menurut John Maynard Keynes (yang dianugerahi gelar Lord oleh Istana
Buckingan, Inggris dan dijuluki Founder
of the New Economics) dalam bukunya yang masyhur: The General Theory of Employment, Interest and Money (1936):
“.............pendapat-pendapat para
ahli ekonomi dan para filsof politik, baik yang salah maupun yang benar, lebih
kuat daripadanya yang sering disangka orang. Memang, benar bahwa dunia ini
dikuasai sebagian kecil orang saja. Orang-orang praktisi, yang merasa diri
mereka terbebas sama sekali dari setiap pengaruh intelektual, pada umumnya
bahkan mereka merupakan hamba sahaja dari para ahli ekonomi yang telah tiada.
Orang-orang gila yang sedang berkuasa, yang mendengar suara-suara di angkasa,
telah menyaring kegilaan mereka dari beberapa coretan akademis yang berasal
dari beberapa tahun berselang. Saya yakin bahwa kekuatan vested interest itu terlampau dilebih-lebihkan jika dibandingkan
dengan pelanggaran atau penyadapan pendapat yang dilakukan dengan pelan-pelan
itu.”
Sedangkan jawaban Samuelson yang
dijuluki an all-round genius atas
pertanyaan Why Study Economics ? adalah,
untuk menjawab pertanyaan itu maka jawabannya akan dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, pentingnya ilmu ekonomi untuk
orang seorang. Kedua, pentingnya ilmu
ekonomi untuk dunia usaha. Ketiga, pentingnya
ilmu ekonomi untuk bangsa dan negara. Catatan
dari Dewi R Zain
Dari uraian tersebut diatas, penulis barangkali tidak berlebihan jika
mengatakan bahwa ilmu ekonomi lahir sejak manusia diciptakan didunia, kemudian
mengalami perkembangan yang pesat nanti pada abad ke 18 masehi.